Liputan6.com, Jakarta - Dua orang wartawan kantor berita Reuters, yang dituduh memperoleh informasi secara ilegal saat meliput krisis Rohingya di Myanmar, dikabarkan segera menghadapi persidangan.
Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28) dituduh melanggar Undang-undang Rahasia Negara peninggalan era-kolonial, di mana keduanya telah ditangkap dan dipenjarakan akhir tahun lalu.
Dikutip dari BBC pada Senin (9/7/2018), kantor berita Reuters telah menyerukan pembebasan mereka, dan membela bahwa kedua anak buahnya itu melakukan tugas kerja sebagaimana mestinya, melaporkan tentang dugaan pembantaian oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.
Kedua wartawan tersebut terancam hukuman 14 tahun penjara jika terbukti bersalah, namun mereka menolak semua tuduhan tersebut.
Ketika ditangkap tahun lalu, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo tengah dalam tugas menyelidiki eksekusi massal terhadap muslim Rohingya, yang diduga dilakukan oleh militer dan penduduk Myanmar.
Baca Juga
Advertisement
Tim kuasa hukum keduanya telah meminta agar gugatan hukum tersebut dicabut karena kurangnya bukti. Namun hal itu ditolak oleh hakim karena muncul beberapa kesaksian yang menyebut kedua jurnalis terindikasi mengumpulkan informasi dari pejabat lokal tanpa izin.
Pasangan jurnalis itu telah ditahan, sementara sidang pra-peradilan berlangsung.
"Kami memiliki hak untuk membela. Pengadilan tidak memutuskan kami bersalah," kata Wa Lone pasca-pembacaan keputusan pada Senin siang, di Yangon.
Krisis di negara bagian Rakhine, terutama di wilayat barat laut Myanmar, telah menjadi berita utama dunia pada akhir tahun lalu, ketika ratusan ribu Muslim melarikan diri dari ancaman penumpasan militer yang mematikan.
Militer mengatakan operasi itu menargetkan gerilyawan Rohingya di Rakhine, tetapi kelompok-kelompok hak asasi mengatakan ribuan warga sipil telah tewas.
Simak video pilihan berikut:
Dugaan Kekerasan oleh Militer Myanmar
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap pada 12 Desember 2017. Pihak berwenang mengatakan mereka "ditangkap karena memiliki dokumen penting dan rahasia pemerintah yang berkaitan dengan negara bagian Rakhine, dan pasukan keamanan".
Disebutkan pula bahwa informasi itu telah "diperoleh secara ilegal dengan maksud untuk membaginya dengan media asing".
Laporan yang dituduh ilegal itu berisi beberapa kronologi tentang "episode kekerasan" yang terjadi di desa Inn Din di negara bagian Rakhine pada awal September tahun lalu.
Reuters mengatakan dua wartawannya telah mengumpulkan bukti eksekusi terhadap 10 orang berdasarkan wawancara dengan penduduk desa, personel keamanan, dan foto-foto yang didapat secara acak.
Setelah penangkapan dua wartawan itu, militer Burma melakukan penyelidikan sendiri atas insiden di desa Inn Din. Investigasi tersebut menguatkan apa yang telah ditemukan kedua wartawan, bahwa telah terjadi eksekusi mematikan oleh militer Myanmar.
Namun, militer menggambarkan 10 orang itu sebagai "teroris Bengali", dan mengatakan bahwa mereka dieksekusi karena dinilai ikut bertanggung jawab atas serangan terhadap kantor polisi oleh militan Rohingya.
Advertisement