Terpilih Lagi Jadi Presiden Turki, Erdogan Angkat Menantu Jadi Menteri Keuangan

Presiden Turki petahana, Recep Tayyip Erdogan telah bersumpah untuk menjalankan pemerintahan secara adil.

oleh Afra Augesti diperbarui 10 Jul 2018, 16:36 WIB
Presiden Erdogan memperkenalkan kabinet barunya di istana presiden di Ankara, Turki pada Senin (9/7/2018). (Foto: Staf Kepresidenan Turki)

Liputan6.com, Ankara - Recep Tayyip Erdogan terpilih kembali sebagai presiden Turki untuk masa jabatan 5 tahun ke depan. Ia pun dilantik pada Senin 9 Juli 2018, di bawah Konstitusi baru yang memberikannya kekuasaan eksekutif.

"Saya bersumpah demi kehormatan saya di hadapan rakyat Turki bahwa saya akan bekerja secara adil untuk memenuhi tugas yang saya emban," kata Erdogan saat dilantik. Demikian seperti dikutip dari media lokal The Globe Post, Selasa (10/7/2018).

Beberapa jam setelah dilantik, ia menunjuk menantu laki-lakinya, Berat Albayrak sebagai Menteri Ekonomi dan Perbendaharaan, serta pimpinan militer yang kontroversial, Hulusi Akar sebagai Menteri Pertahanan.

Sementara itu, kursi wakil presiden diduduki oleh Fuat Oktay, dan tak ada perubahan besar di posisi Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri. Masing-masing jabatan masih dipegang oleh Suleyman Soylu dan Mevlut Cavusoglu.

Presiden Erdogan memperkenalkan kabinet barunya di istana presiden di Ankara, Turki pada Senin (9/7/2018). (Foto: Staf Kepresidenan Turki)

Pengumuman kabinet baru tersebut membuat lira, mata urang Turki, terjun bebas.

Lira jatuh dari 4,57 ke 4,69 melawan dolar AS. Sementara itu, penurunan tajam juga terjadi pada euro, dari 5,31 ke 5,50.

Terpilihnya kembali Recep Tayyip Erdogan sebagai presiden Turki tak lepas dari peran besarnya dalam pemerintahan selama 15 tahun, terhitung sejak ia menjabat perdana menteri (14 Maret 2003 hingga 28 Agustus 2014) sampai jadi presiden (28 Agustus 2014).

Sejumlah kemajuan pun terlihat, terutama di bidang ekonomi dan peningkatan status internasional negaranya.

Di sisi lain, Erdogan baru-baru ini melakukan serangkaian aksi 'pembersihan' sejak kudeta Juli 2016 --di mana sejumlah faksi militer Turki melancarkan operasi untuk menggulingkan pemerintah dan pemimpinnya.

Salah satunya ialah pemecatan puluhan ribu aparatur sipil negara pada Minggu, 8 Juli 2018, atau sehari sebelum pelantikannya.

Seperti dikutip dari Financial Times, Erdogan menyetujui dekrit pemecatan itu pada Minggu 8 Juli, yang kemudian dirilis melalui Official Gazette of the Republic of Turkey --jurnal publikasi untuk dokumen hukum atau legislasi nasional.

Jumlah yang dipecat mencapai 18.632 orang. Sekitar 9.000 di antaranya merupakan anggota kepolisian, lebih dari 6.000 lainnya adalah tentara, dan ratusan sisanya merupakan guru dan dosen di penjuru Turki. Paspor mereka juga dicekal oleh pemerintah.

Dekrit tersebut juga melarang eksistensi dan aktivitas 12 organisasi masyarakat, tiga surat kabar, dan sebuah saluran televisi.

Banyak pihak menilai, langkah itu dilakukan sebagai bentuk pemenuhan janji kampanye Erdogan yang hendak 'membersihkan korps aparatur negara dari sisa-sisa figur yang terlibat dalam kudeta Turki 2016'. Demikian seperti dikutip dari The Telegraph.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Pelantikan

Presiden Recep Tayyip Erdogan dari Turki, tengah, disumpah untuk masa jabatan kedua pada hari Senin (9/7/2018). (Presidency Press Service)

Recep Tayyip Erdogan dilantik sebagai presiden Turki untuk periode kedua pada Senin 9 Juli 2018 waktu setempat. Sebelumnya, ia memenangi pemilu pada Juni 2018 dengan suara dominan.

Seremoni tersebut akan dihadiri oleh belasan pemimpin dan pejabat tinggi negara, meliputi Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev, Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan Emir Qatar Tamim Bin Hamad Al Thani.

Perhelatan itu juga akan menjadi pemuncak proses perubahan sistem pemerintahan Turki, yang semula berbentuk parlementer menjadi presidensial --menyusul referendum revisi konstitusi yang usai kudeta 2016. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin 9 Juli 2018.

Di bawah sistem pemerintahan baru, Erdogan akan memiliki kekuasaan untuk memimpin kabinet serta menunjuk dan mencopot wakil presiden dan menteri tanpa persetujuan parlemen.

Presiden Erdogan juga memiliki kekuatan untuk membubarkan parlemen, mengeluarkan dekrit, dan menetapkan status darurat negara.

Sementara itu, jabatan perdana menteri --yang identik pada sistem pemerintahan parlementer-- akan dihapuskan.

Pada hari yang sama, Recep Tayyip Erdogan juga akan melantik anggota kabinetnya yang baru.

Ia menjelaskan, kabinet saat ini tidak akan diisi oleh anggota partai pengusungnya Justice and Development Party (AK Party). Erdogan menjelaskan, kursi kedua posisi itu akan diisi oleh politisi dan birokrat non-AK Party.

Di sisi lain, AK Party merupakan partai dominan di parlemen, setelah berhasil mendulang 42,5 persen suara pada pemilu Juni 2018. Sekutu AK Party, National Movement Party (MHP) memperoleh 11,1 persen suara.

Koalisi kedua partai tersebut berhasil mengamankan lebih dari 50 persen kursi di parlemen Turki saat ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya