PLN Tunggu Audit BPK buat Tambah Subsidi

PLN menyatakan tak khawatir meski pemerintah memutuskan tak mengubah APBN 2018.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Jul 2018, 21:10 WIB
Karyawan PT PLN (Persero) bergotong rotong mengangkat tiang yang akan digunakan untuk penyangga kabel listrik di Natuna, Kepulauan Riau. (Foto: Humas PLN)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) tidak khawatir tidak bisa menambah subsidi listrik, meski pemerintah menetapkan keputusan‎ tidak mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto mengatakan, PLN harus menunggu audit penggunaan subsidi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menambah subsidi listrik. Oleh karena itu, keputusan pemerintah tidak mengajukan ‎Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) pada 2018 tidak membuat PLN khawatir.

"Pokoknya begini, subsidi listrik itu finalnya nunggu audit BPK. Kami enggak bisa mutusin sekarang," kata Sa‎rwono, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/7/2018).

Sarwono menuturkan, pihaknya akan tunggu audit BPK terlebih dahulu untuk tambah subsidi. Ini jika subsidi listrik yang ditetapkan tahun ini sebesar Rp 52,66 triliun tidak cukup sampai akhir tahun.

"Kalau 2018 akan tahu setelah audit BPK. Misalnya‎ 50, ternyata nanti 52 ya tambah dua," ujar dia.

Sarwono menuturkan, untuk menekan penggunaan subsidi di tengah pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga minyak dunia, PLN gencar efisiensi seperti melakukan zonasi pengadaan energi primer dan menekan biaya operasional.

"Kalau misalkan contoh batu bara zona transportasinya kita buat paling efisienkan menghemat juga‎. Misal pembangkit di Sumatera dan Jawa ngambilnya di mana," ujar dia.

 


Pemerintah Putuskan Tak Ubah APBN

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberi keterangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan tidak mengubah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk paruh kedua tahun ini. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya asumsi-asumi dalam APBN selalu direvisi sehingga menjadi APBN Perubahan (APBNP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, keputusan untuk tidak melakukan perubahan pada APBN sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini lantaran postur APBN dinilai masih cukup baik dan sesuai dengan kondisi saat ini.

"Katena postur APBN cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan jumlah belanja negara, dan defisit lebih kecil dari yang direncanakan, maka Bapak Presiden menyampaikan bahwa untuk APBN 2018 ini kita tidak melakukan APBN Perubahan. Dan laporan ini akan kami sampaikan pada dewan (DPR) untuk dibahas pada pekan depan dengan DPR," ujar dia di Istana Bogor, Senin 9 Juli 2018.

Dia mengungkapkan, pada 2018 ini keseluruhan penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp 1.903 triliun dibandingkan dengan asumsi awal pada APBN 2018 yang sebesar Rp 1.894 triliun. Dalam hal ini pendapatan negara diperkirakan adalah lebih tinggi sedikit dari perkiraan yaitu Rp 8,3 triliun. 

Sedangkan dari sisi belanja negara, diperkirakan hingga akhir tahun dengan penyerapan sekitar 95 persen-96 persen, termasuk tinggi dari yang biasanya hanya sekitar 93 persen, akan mencapai Rp 2.217,3 triliun. 

"Dalam hal ini hanya berbeda Rp 3,4 triliun dibandingkan APBN 2018 yang dalam UU Rp 2.227 triliun. Jadi dalam hal ini karena belanjanya hampir sama hanya berbeda Rp 3,4 triliun dan pendapatan negara lebih tinggi Rp 8,4 triliun. Maka kita memperkirakan defisit anggaran untuk keseluruhan tahun anggaran 2018 hanya sebesar Rp 314,2 triliun. Angka ini lebih kecil dari UU APBN  yang sebesar Rp 325,9 triliun. Jadi nominalnya mengecil,"  ujar dia.

Sementara untuk asumsi lain seperti nilai tukar rupiah, harga minyak dan pertumbuhan ekonomi juga dinilai masih sejalan dengan APBN 2018. 

"Dari sisi keseimbangan primer, outlook-nya untuk seluruh 2018 adalah Rp 64,8 triliun negatif. Namun ini lebih kecil awal sebesar Rp 87,3 triliun. Itu yang kita lihat berdasarkan, pertama, kurs yang berubah. Kita perkirakan di semester II sekitar Rp 14.200 secara rata-rata. Harga minyak sudah mencapai di atas USD 70 yaitu USD 73 (per barel) dan dari sisi growth adalah 5,2 persen," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya