Liputan6.com, Jakarta - PT Pollux Properti Indonesia Tbk akan mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (11/7/2018).
Mengutip data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Perseroan telah menawarkan saham perdana atau initial public offering (IPO) pada 3-5 Juli 2018 dengan menawarkan 1,24 miliar saham dengan nilai nominal Rp 100. Harga perdana saham yang ditetapkan Rp 615 per saham. Jadi perseroan meraup dana sekitar Rp 767,41 miliar dari hasil IPO.
Perseroan yang mengembangkan proyek mixed used chadstone Cikarang ini akan pakai dana IPO untuk ekspansi bisnis properti. Sekitar 99 persen untuk pengembangan usaha melalui pengambilalihan obligasi konversi PT Royal Royce Properties Indonesia yang dimiliki PT World Appareal dan PT Surya Masindo.
Baca Juga
Advertisement
Perseroan telah menunjuk PT UOB Kay Hian Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek dan penjamin emisi efek.
Pollux Properties fokus untuk membangun properti mewah di Indonesia. Bisnis perseroan membangun proyek tingkat atas dengan tujuan untuk menciptakan rumah dan properti komersial.
Adapun portofolio perseroan antara lain Paragon Semarang, Central City Mall, Marquis de Lafayette, dan the Kensington.
Sedangkan hotel antara lain Manzoni Hotel and Louis Hotel. Untuk proyek apartemen ada Chadstone Cikarang, The Pinnacle, WR Simpang Lima. Perseroan juga memiliki proyek perkantoran antara lain World Capital Tower, Pollux Tower Semarang, Asia Financial Center. Tak hanya perkantoran, perseroan juga miliki resort Amarsvati.
IHSG Bergejolak, Tiga Perusahaan Tunda IPO
Sebelumnya, sejumlah perusahaan memutuskan untuk menunda pelaksanaan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Penundaan tersebut disinyalir lantaran kondisi pasar saham saat ini.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat mengatakan, sejauh ini sudah ada tiga perusahaan yang menunda untuk mencatatkan saham di bursa saham. Perusahaan tersebut antara lain PT Harvest Time, PT Artajasa Pembayaran Elektronics dan PT Wahana Vinyl Nusantara.
"Ada (yang tunda IPO). Itu (tiga perusahaan). Yang lain belum ada (yang memutuskan menunda)," ujar dia di Gedung BEI, Jakarta, Rabu 16 Mei 2018.
Dia mengungkapkan, masing-masing perseroan memiliki alasan sendiri untuk menunda pelaksaan IPO. Salah satu soal kondisi pasar saham saat ini.
"Artajasa itu lebih pada peraturan BI (Bank Indonesia). Kemudian yang Harvest itu enggak tahu kenapa. Wahana Vinyl mungkin ke masalah market," kata dia.
Namun demikian, Samsul masih yakin jika kondisi saat ini tidak akan separah pada 2014-2015. Pada 2014 sebanyak 10 perusahaan memutuskan untuk menunda IPO. Menurut dia, kondisi pasar saham saat ini masih lebih baik.
"Saya kira belum sejauh itu. Bayangan saya enggak sejauh itu, karena kalau lihat kekuatan di marketsekarang, penurunan diimbangi dengan masuknya investor yang masuk untuk mengambil saham-saham yang turun. Jadi kalau kita lihat saham pengerek harga merah semua, cuma sore hari reboundlagi," kata dia.
Samsul juga berharap di sisa waktu tahun ini tidak ada lagi perusahaan yang menunda untuk melakukan IPO. Sebab, proses untuk bisa IPO juga terhitung tidak mudah.
"Mudah-mudahan enggak ada (lagi). Karena mereka prosesnya sudah panjang, enggak tahun ini nyiapinnya. mungkin setahun dua tahun lalu. Mereka sudah cari investor qualified. Jadi anchor investornya, tahu industri, tahu perkembangan perusahaan. Mereka sudah yakin bakal masuk," tutur dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement