Liputan6.com, Jakarta - Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang (OSO)-Herry Lontung Siregar, menuding Ketua Dewan Pembina Hanura Wiranto, telah melakukan pertemuan terlarang dengan Mahkamah Agung dan Ketua PTUN Jakarta. Pertemuan itu diduga untuk mengurusi dualisme kepengurusan di kubu partai Hanura.
"Pertemuan 'terlarang' Wiranto dengan pejabat Mahkamah Agung, membuat noda hitam dalam kabinet kerja presiden Jokowi," ucap Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Hanura Petrus Selestinus dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Selasa (10/7).
Advertisement
Dia menuturkan, pertemuan yang dimaksud adalah pertemuan Menko Polhukam itu dengan sejumlah pejabat di kantornya, pekan lalu yang membicarakan masalah Hanura. Menurutnya apa yang dilakukan oleh Wiranto telah menyandera kekuasaan MA.
"Ini jelas melanggar asas penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman yang merdeka yang mengancam dengan pidana segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman. Rakortas Menko Polhukam merupakan perbuatan melanggar prinsip negara hukum, terlebih-lebih telah menyandera kebebasan hakim dalam memutus perkara perselisihan Partai Hanura, yang saat ini dalam proses banding," tutur Petrus.
Dia menuturkan, sikap Wiranto tersebut mengandung itikad tidak baik. Karena sudah tahu ada banding. Seharusnya Wiranto berkoordinasi dengan OSO dan sekjen Herry Lontung sebagai yang berhak bertindak mewakili Partai Hanura.
"Wiranto dikesankan seolah-olah bertindak sebagai pembina teknis bagi Badan Peradilan, padahal pembinaan teknis bagi Peradilan, sepenuhnya menjadi milik Mahkamah Agung, itu-pun dengan syarat tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Langkah Wiranto, tidak memiliki dasar hukum dan menjadi kontraproduktif, karena proses perkara yang sedang berjalan tidak menghambat kepemimpinan Oesman Sapta-Herry Lontung Siregar di Partai Hanura, untuk mendaftarkan para caleg di KPU," ungkap Petrus.
Sebelumnya, Kamis 5 Juli 2018, Wiranto memanggil sejumlah instansi, salah satunya Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke kantornya, untuk membahas masalah Hanura. "Membahas tindak lanjut putusan PTUN tentang Hanura. Jadi kan ini sudah masa pendaftaran, jadi bagaimana cara menindaklanjuti putusan PTUN tersebut. KPU menjelaskan yang dikerjakan KPU, itu kan berjenjang," ucap Ketua KPU Arief Budiman di lokasi.
Diselesaikan dengan Musyawarah
Dia menuturkan, pihaknya telah bertanya ke Kemenkum HAM, lantaran lembaga yang berhak mengeluarkan daftar kepengurusan partai politik. Kemudian diketahui harus kembali ke pengurusan, yang tertera dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-22.AH.11.01, dengan Ketua Umum Oesman Sapta Odang dan Sekjen Sarifuddin Sudding.
Saat ditanya apakah tak takut disebut diintervensi oleh Hanura, mengingat Wiranto merupakan Ketua Dewan Pembina Hanura? Arief menuturkan "Enggak. Yang hadir disini kan bukan hanya orang KPU. Ini Menko Polhukam, ada kemudian Kementerian Hukum dan HAM, ada dari PTUN, ada dari DKPP juga ada. Jadi bukan hanya kami sendiri dan semua berikan pendapat. Kita hanya mendiskusikan pendapat hukum yg paling bisa membuat tahapan pemilu ini tetap bisa berjalan lancar. Jadi enggak ada yang terganggu," ujarnya.
Diketahui, Wiranto menganjurkan agar konflik dalam tubuh partai besutannya diselesaikan dengan musyawarah. Dia menuturkan, agar kader Hanura bisa taat hukum.
"Syarat dengan kebersamaan. Taat hukum, itu merupakan suatu hal yang dilakukan dalam kita sedang tidak cocok dengan yang lain maka kita harus berusaha masuk dalam satu konsep tadi," papar Wiranto.
Konsep bersatu juga kata Wiranto harus dilakukan pada tubuh Hanura. Sebab dengan cara tersebut kata dia bisa mempesatukan partai serta tidak ada konflik kembali.
"Konsep resolusi untuk bersatu. Dengan persatuan itulah kita dapat mencapai hasil baik. Tidak mungkin kita namanya punya cita-cita tapi mengupayakan dengan cara-cara tidak damai. Cara-cara dendam dan benci saya kira tidak akan menghasilkan yang baik," papar Wiranto.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement