Liputan6.com, Nusa Dua - Kiprah Red Hat sebagai perusahaan penyedia solusi open source di dunia terbilang sangat besar, khususnya Asia Pasifik.
Hal tersebut tampak dari banyaknya pelanggan yang berasal dari wilayah Asia Pasifik.
Tak cuma itu, Dirk-Peter van Leeuwen selaku SVP dan GM Red Hat Asia Pasifik dan Jepang, juga mengungkap geliat lihai perusahaan selama dua tahun terakhir.
Baca Juga
Advertisement
“Red Hat selama dua tahun terakhir sudah mengakuisisi tiga perusahaan: Codenvy, Core OS, dan Permabit. Sekarang, kami juga memiliki 12 ribu karyawan global,” ujar Dirk di sesi keynotes Red Hat Partner Conference 2018 yang dihelat di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Rabu (11/7/2018).
Selain itu, Red Hat kini memiliki kantor baru di Asia Pasifik. Beberapa di antaranya ada di Perth, Bengaluru, Wellington, Manila, dan Bangkok.
Melihat skala bisnis yang besar, Red Hat mengungkap strategi perusahaan menggeber bisnis solusi open source di area Asia Pasifik.
Pertama, sebut Dirk, perusahaan selalu memfokuskan pada segmen enterprise, serta bekerjasama dengan mitra yang ada di Asia Pasifik.
“Lalu kami juga selalu merujuk kepada kebutuhan dari pelanggan dengan metode verticalization, di mana kami ingin melihat pokok permasalahan dari bisnis yang diminta dengan memberikan solusi terbaik,” tuturnya menambahkan.
Dan yang terakhir adalah partner focus, Dirk menekankan, “pertumbuhan dari bisnis Red Hat tentu berasal dari kiprah mitra dan kami berdedikasi untuk itu.”
Red Hat dan Kemitraan
Untuk informasi, dalam momen berharga kali ini, Red Hat juga membuktikan komitmennya dengan membawa beberapa pelanggan utama ke dalam panggung Red Hat Partner Conference 2018, mulai dari Fujitsu, Microsoft, NTT Data, Deloitte, Wiki Labs, Bank BTPN, dan masih banyak lagi.
Fujitsu sendiri adalah mitra terlama Redhat. Dalam beberapa bulan terakhir, Fujitsu mengembangkan solusi berbasis cloud, Fujitsu Cloud Service K5, yang berbasis 100 persen open source. Keterlibatan Red Hat juga turut membantu Fujitsu mengembangkan open source stack platform.
Adapun untuk Microsoft telah memiliki open source yang luas dan telah bermitra dengan Redhat secara baik.
Raksasa teknologi asal Negeri Paman Sam tersebut telah menggunakan RedHat OpenShift Container Platform, bersamaan dengan RedHat Enterprise Linux, Windows Server, Microsoft Azure.
Adapun NTT Data, operator telekomunikasi dari Jepang, juga menyediakan apps development untuk enterprise customer.
Dengan demikian, bisa disimpulkan deretan perusahaan ini membuktikan kalau ‘kekuatan’ open source tak cuma sekadar inisiatif bagi industri TI (Teknologi Informasi), tetapi juga memegang peran vital untuk menciptakan dampak bisnis yang riil dan memodernisasi tantangan yang rumit.
Advertisement
Inovasi Open Source
Untuk diketahui, selama dua tahun terakhir Red Hat begitu getol membawa open source sebagai solusi penengah bagi laju disrupsi digital bagi perusahaan.
Inovasi Red Hat diwujudkan melalui beberapa cara. Beberapa di antaranya mengembangkan portofolio cloud hybrid terbuka dengan inovasi-inovasi penting di bidang container, OpenStack, virtualisasi, pengembangan aplikasi, manajemen cloud, penyimpanan, dan masih banyak lagi.
Bahkan, Red Hat juga diakui sebagai 'pemimpin' pada Magic Quadrant 2016 keluaran Gartner untuk Full Life Cycle API Management, serta oleh The Forrester Wave Report untuk Hybrid Cloud Management Solutions and Mobile Infrastructure Services.
Dalam dunia open source, ekosistem memainkan peranan kunci dalam menawarkan pilihan yang lebih luas kepada pelanggan.
Red Hat membeberkan telah mengembangkan kolaborasi dengan para pemimpin industri utama, seperti yang sudah disebutkan di atas.
Melihat ke belakang, Red Hat melihat perusahaan-perusahaan di Indonesia bergabung dengan program Pelatihan dan Sertifikasi Red Hat guna membantu tim TI mereka menjadi lebih siap dalam mengatasi skenario-skenario penting di dunia nyata.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: