Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah disarankan meminimalkan penggunaan kurs dolar Amerika Serikat (AS) dalam komponen pembangkit. Hal ini untuk menekan harga jual listrik dari produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).
Ketua Dewan Pembina Ketenagalistrikan Universitas Indonesia, Jarman mengatakan, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS perlu diwaspadai, karena struktur kelistrikan menggunakan kurs dolar AS.
"Pengaruh pelemahan nilai tukar rupiah dalam bisnis ketenagalistrikan. Perlu kita waspadai karena struktur sektor kelistrikan tergantung USD kita harus melakukan sharing semua pelaku," kata Jarman, dalam diskusi sektor kelistrikan, di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, Kamis (12/7/2018).
Jarman mengungkapkan, dalam waktu dekat sekitar 50 unit pembangkit milik IPP beroperasi memasok listrik ke jaringan PLN. Kondisi ini membuat beban jika terjadi pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.
Baca Juga
Advertisement
Untuk menghindari beban yang berujung pada kenaikan harga jual listrik perlu dimasukkan penggunaan mata uang rupiah dalam komponen pembangkit.
"Kurs dolar perlu diwaspadai tidak lama lagi 50 pembangkit berbentuk IPP, di mana IPP ada komponen lain. Seperti untuk komponen A harus pakai mata uang lokal. Kita tahu PLTU 50 persen pakai tarif dolar," tutur Jarman.
Jarman melanjutkan, penerapannya bisa dilakukan secara bertahap. Dia mencontohkan komponen yang bisa menggunakan kurs rupiah adalah fondasi. Lantaran bahan baku fondasi berasal dari dalam negeri.
Jarman mengatakan, penggunaan mata uang lokal dalam komponen pembangkit telah diterapkan negara tetangga di antaranya Filipina. Bahkan negara tersebut telah 100 persen komponennya menggunakan mata uang Peso.
"Negara di bawah Indonesia GDP dan rasio elektrifikasi lebih jelek, kapasitas listrik lebih jelek dia berani untuk bayar komponen A pakai Peso," ujar dia.
Pasokan Listrik RI Bertambah 2.400 MW
Sebelumnya, Indonesia mendapat tambahan pasokan listrik sekitar 2.400 Mega Watt (MW) dalam enam bulan sejak Januari sampai Juni 2018. Tambahan pasokan listrik ini berasal dari pembangkit listrik dalam Program 35 Ribu MW.
Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, selama semester pertama 2018, pembangkit listrik bagian dari program 35 ribu MW yang telah beroperasi mencapai 2 ribu MW. Sementara target pengoperasian pembangkit pada tahun ini mencapai 4 ribu MW.
"Kami ada tambahan pasokan listrik 2.400 MW. Itu dari Januari sampai Juni,"kata Supangkat, di Jakarta, Jumat 6 Juli 2018.
Jenis pembangkit yang beroprasi dalam tambahan pasokan tersebut diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
"Itu ada yang berasal dari PLTU di luar Jawa. Jadi ada macam-macam, PLTU, PLTMG Priok sudah beroperasi kira-kira satu unit 250 MW," ujarnya.
Supangkat mengungkapkan, dengan adanya tambahan pasokan listrik sebesar 2.400 MW selama semester pertama 2018, maka total pasokan listrik dari pembangkit Program Kelistrikan 35 Ribu MWsampai saat ini lebih dari 4 ribu MW.
Menurut Supangkat, tambahan pasokan listrik akan lebih banyak pada tahun depan, karena pembangkit program 35 ribu MW lebih banyak yang beroperasi. Dia memastikan tidak seluruhnya 35 ribu MW beroperasi tahun depan, karena menyesuaikan kebutuhan.
"Yang banyak tahun depan. Ada Jawa 7 masuk 2.000 MW, Cilacap 1.000 MW, itu dijumlah saja sudah 3 ribu MW. Terus masuk combain cycle masuk semua,” ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement