Liputan6.com, Yokohama - Seorang suster di Jepang mengaku kepada polisi bahwa ia telah membunuh setidaknya 20 pasien, dengan mencampur infus dengan cairan antiseptik.
Pembunuhan itu ia lakukan karena dirinya hendak mengatur waktu kematian korban.
Ayumi Kuboki (perempuan, 30 tahun) mengatakan, ia mencampur infus pasien dengan antiseptik agar korban segera meninggal, namun, pada waktu yang 'tepat' yakni; di luar giliran kerjanya. Demikian seperti dikutip dari USA Today, Kamis (12/7/2018).
Kuboki mengatakan kepada penyelidik, memberi tahu keluarga tentang kematian seorang pasien merupakan 'beban' baginya --yang mana tugas itu diperuntukkan bagi perawat yang bertugas.
Untuk menghindari 'beban' itu, Kuboki menargetkan pasien yang berstatus kritis nyaris meninggal, sehingga mereka akan mati pada saat giliran kerja perawat lain.
Kendati demikian, polisi meyakini bahwa Kuboki mungkin juga membunuh pasien lain yang tidak berstatus kritis.
Baca Juga
Advertisement
Perbuatannya terungkap ketika ia ditangkap pada Sabtu 7 Juli 2018 atas dugaan membunuh Sozo Nishikawa (88) dengan cara diracun menggunakan antiseptik melalui infus di Rumah Sakit Oguchi, Yokohama pada 2016 silam.
Nishikawa meninggal pada 18 Septemeber 2016. Dokter awalnya mengira, Nishikawa tutup usia karena penyebab alami.
Dua hari kemudian, 20 September 2016, teman sekamar Nishikawa di Rumah Sakit Oguchi, Nobuo Yamaki (88) juga meninggal.
Menurut The Asahi Shimbun, perawat lain melihat gelembung di infus Yamaki. Hasil otopsi menemukan tingkat tinggi benzalkonium klorida --senyawa desinfektan atau antiseptik-- di tubuh korban.
Polisi kemudian mulai menyelidiki kematian Nishikawa, yang kemudian mereka putuskan meninggal karena keracunan dari senyawa antiseptik yang sama.
Selain itu, ada dua pasien lain yang memiliki zat benzalkonium klorida di tubuh mereka. Semakin mengejutkan ketika kedua pasien itu meninggal dalam rentang waktu yang berdekatan dengan kematian Nishikawa dan Yamaki, The Asahi Shimbun melaporkan.
Sejauh ini Kuboki telah mengakui dua pembunuhan.
Kemudian, ia juga mengatakan kepada penyelidik bahwa dirinya pernah menyuntikkan antiseptik ke dalam kantong infus untuk 20 pasien demi motif yang sama.
Di sisi lain, polisi juga menemukan setidaknya 10 kantong infus yang memiliki bekas tusukan jarum kecil --mengindikasikan bahwa peracunan antiseptik itu dilakukan dengan cara menyuntikkan zat tersebut ke dalam cairan infus, dan jumlah korban mungkin melebihi 20 orang.
Polisi Jepang juga menemukan jejak zat antiseptik benzalkonium klorida di seragam kerja Kuboki, yang semakin menguatkan tindakannya tersebut.
Hingga kini, kasus itu masih dalam proses penyelidikan kepolisian Jepang.
Simak video pilihan berikut:
Jumlah Korban Mungkin Mungkin Lebih dari 20
Setidaknya 48 pasien meninggal di Rumah Sakit Oguchi, Yokohama dalam rentang tiga bulan yang berakhir pada September 2016, ketika pihak berwenang mulai menyelidiki kematian Nishikawa dan Yamaki.
Awalnya Kuboki membantah tuduhan semua pembunuhan yang diarahkan kepadanya.
Polisi awalnya juga menduga salah satu perawat di lantai yang sama dengan Kuboki memiliki informasi tentang kematian tersebut.
Kendati demikian, Kuboki berdalih kepada The Asahi Shimbun, "Saya telah bekerja keras untuk membantu pasien meninggal dalam damai, jadi saya terkejut oleh insiden itu."
Kuboki memperoleh lisensi perawat pada 2008 dan bekerja di rumah sakit lain sebelum bergabung dengan Oguchi pada Mei 2015. Polisi mengatakan mereka tidak akan pernah tahu pasti jumlah korban sebenarnya, karena hampir semua mayat dikremasi.
"Kami tak tahu kalau dia adalah karyawan yang bermasalah," seorang pekerja di Oguchi mengatakan kepada Asahi Shimbun.
Rekan lain, dari rumah sakit tempat kerja Kuboki sebelumnya, mengatakan bahwa perempuan itu "adalah tipe orang yang sulit untuk memikirkan apa yang sebenarnya dia pikirkan, tetapi dia dianggap kompeten".
Advertisement