Demo Nikaragua Berjalan hingga 3 Bulan, Korban Tewas Mencapai 264 Orang

Jumlah korban tewas dan terluka meningkat sejak krisis Nikaragua meletus pada April 2018 sebagai respons atas perubahan kebijakan dana pensiun.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Jul 2018, 07:01 WIB
(ilustrasi) Demonstran anti-pemerintah menyalakan mortir rakitan di kota Masaya, Nikaragua (5/6). Akibat aksi dan bentrokan yang dimulai sejak 18 April tersebut, setidaknya 121 orang telah tewas. (AFP/Inti Ocon)

Liputan6.com, Managua - Jumlah korban tewas akibat demonstrasi di Nikaragua yang pecah sejak April 2018 telah meningkat menjadi 264 orang, menurut laporan Komisi HAM Inter Amerika (CIDH) pada Rabu 11 Juli 2018.

"Sebagaimana dicatat oleh CIDH sejak dimulainya represi terhadap demonstrasi, 264 orang telah tewas dan lebih dari 1.800 lainnya terluka," kata Sekretaris Eksekutif CIDH Paulo Abrao dalam pertemuan Organisasi Antar Negara Amerika, seperti dikutip dari Anadolu Ajansi, Kamis (12/7/2018).

Sebelumnya, CIDH melaporkan pada 19 Juni 2018 bahwa korban tewas mencapai 212 orang dan 1.337 lainnya terluka.

Pemerintah Nikaragua belum merilis angka resmi selama lebih dari sebulan. Terakhir, pada tanggal 31 Mei, setelah bentrokan mematikan di Hari Ibu, Departemen Kesehatan Nikaragua mengindikasikan bahwa 15 orang telah tewas dan 199 orang terluka.

Organisasi pemantau lain memperkirakan jumlah korban yang jauh lebih tinggi.

Asosiasi HAM Nikaragua (ANPDH) merilis sebuah laporan pada Selasa kemarin, mengatakan bahwa korban tewas mencapai 309 orang dari 19 April hingga 2 Juli 2018.

Sementara itu, 38 orang tewas dalam bentrokan terbaru pada Minggu 8 Juli, yang melibatkan demonstran, polisi, dan kelompok pro-pemerintah di Diriamba dan Jinotepe Nikaragua barat daya, serta di Matagalpa yang terletak di utara.

Protes meletus pada 18 April 2018 ketika pemerintah Nikaragua mengumumkan perubahan pada sistem jaminan sosial terkait pensiun.

Aksi protes susulan juga terjadi, menuntut pengunduran diri Ortega dan istri, serta wakil presidennya, Rosario Murillo, setelah 11 tahun berkuasa. Oposisi menyebut mereka telah menyalahgunakan kekuasaan dan membatasi kebebasan.

Setelah dua bulan bentrokan terus menerus, pada 22 Juni 2018, CIDH mencela "tindakan represif" negara terhadap para pengunjuk rasa.

Pada 7 Juli 2018, Ortega menolak kemungkinan penyelenggaraan pemilu sebagai solusi atas krisis Nikaragua.

 

Simak video pilihan berikut:


Para Uskup Berupaya Hentikan Krisis di Nikaragua

Para uskup senior di Nikaragua telah berinisiatif untuk segera melakukan pertemuan dengan pemerintah dan tokoh masyarakat sebagai upaya mengakhiri krisis politik yang telah berlangsung berbulan-bulan.

Dikutip dari VOA Indonesia, pengumuman itu muncul ketika masyarakat Nikaragua bersiap melakukan aksi protes nasional secara damai, untuk mendesak pemerintah bertindak tegas menumpas pemberontakan terhadap kepemimpinan Presiden Daniel Ortega.

Dalam sebuah pernyataan, Gereja Katolik Nikaragua mengatakan tengah berupaya mengajukan tawaran mediasi kepada Presiden Ortega, tapi belum ada jawaban.

"Rakyat menunggu dengan sangat cemas, kekacauan tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi," ujar salah seorang juru terkait.

Kelompok uskup Katolik juga mengatakan bahwa tanggapan Presiden Ortega sangat penting untuk memberi kepastian bagi rakyat tentang masa depan demokrasi di Nikaragua.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya