RI Diminta Kurangi Impor untuk Menekan Defisit Fiskal

Mengurangi impor juga dapat membantu meningkatkan nilai Rupiah yang dalam waktu dekat terpantau masih belum stabil.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 13 Jul 2018, 08:20 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai tren yang terjadi pada capaian ekspor-impor 2018 masih tergolong sehat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Singapura Ekonom sekaligus Head of Group Research (Indonesia) DBS di Singapura, Maynard Arif, menyarankan Indonesia mengurangi aktivitas impor sebagai solusi jangka pendek guna menambal defisit fiskal yang membebani negara.

Menurutnya, cara itu juga dapat membantu meningkatkan nilai Rupiah yang dalam waktu dekat terpantau masih belum stabil.

"Kita jangan bergantung pendanaan dari luar lagi. Dalam arti kata, ekspor ditingkatkan. Jadi eksportir, bukan importir," ujar dia di Singapura, Kamis (12/7/2018).

Sebagai contoh, ia menekankan agar jumlah impor minyak bisa dikurangi. Maynard menilai, memasok sekitar 1,5 juta barel minyak per hari dari luar terhitung cukup besar.

"Pokoknya, impor terbesar salah satunya ya minyak, BBM. Karena kita produksinya juga sebenarnya sudah turun. Itu harus ada batu loncatan. Itu struktural, jadi tidak tiba-tiba harus langsung berubah," urainya.

Meski begitu, dia mengatakan, mencari solusi jangka pendek sebenarnya terbilang sulit lantaran berbagai hal seperti faktor eksternal dan kondisi di tahun politik 2018. "Karena ruangnya enggak banyak, paling mengurangi impor. Itu uang bisa kita jaga," ia menekankan.

"Tapi balik lagi, problem-nya kalau mau menambal defisit pengeluaran juga musti dikurangin. Intinya, jangka pendek mengurangi impor supaya defisit fiskalnya bisa berkurang. Sehingga kebutuhan mencari pendanaan dari luar bisa berkurang," tambah Maynard.


Sri Mulyani: Defisit APBN Terendah dalam 4 Tahun Terakhir

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat membahas kerangka ekonom makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan defisit berjalan pada pelaksanaan semester I Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2018 hanya sebesar Rp 110 triliun, atau terendah dalam empat tahun terakhir. Angka ini lebih kecil dibandingkan tahun 2017 lalu yang posisinya Rp 175 triliun.

"Ini sekali lagi menggambarkan bahwa pemerintah terus berusaha membuat APBN kita menjadi sehat, menjadi kredibel, dan terutama dikaitkan dengan banyak sekali pendapat mengenai masalah utang dan pengelolaan utang," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Selasa (10/7/2018).

Ia menyebut, pencapaian tersebut merupakan bukti dari kehati-hatian pemerintah dalam menjaga APBN tahun 2018. Lebih lanjut, Menkeu menyebut pemerintahan akan tetap menjaga APBN dengan defisit lebih rendah dari yang direncanakan.

“Tadinya 2018 adalah direncanakan 2,19 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto-red), namun dari sisi outlook sekarang ini kami memperkirakan APBN 2018 akan defisitnya menjadi hanya 2,12 atau 2,12 persen dari PDB atau dalam hal ini Rp 314 triliun, lebih kecil dari yang tadinya diperkirakan Rp 325 triliun,” ucapnya.

Melihat defisit APBN yang lebih baik dari perkiraan, diputuskan bahwa APBN tidak akan diubah. Sri Mulyani pun siap menyampaikan hasil tersebut pada DPR.

"Laporan ini nanti akan kami sampaikan kepada dewan untuk dibahas pada minggu depan dengan Dewan Perwakilan Rakyat," ujar Menkeu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya