Harga Minyak Naik karena Kekhawatiran Jumlah Cadangan

Adanya gangguan pasokan dari salah satu anggota organisasi pengekspor minyak (OPEC) yaitu Venezuela menjadi pendorong kenaikan harga minyak.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Jul 2018, 05:42 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah Brent menguat pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta) dan menutup kerugian yang telah dicetak sebelumnya. Pendorong kenaikan harga minyak ini adalah kekhawatiran mengenai kapasitas cadangan menyusul peringatan dari International Energy Agency (IEA).

Mengutip Reuters, Jumat (13/7/2018), harga minyak mentah jenis Brent naik USD 1,05 per barel untuk menetap di USD 74,45 per barel. Harga minyak ini rebound dari harga terendah pada sesi sebelumnya yang ada di angka USD 72,67 per barel.

Pada perdagangan Rabu, harga minyak yang menjadi patokan global ini merosot USD 5,46 atau 6,9 persen yang merupakan penurunan harian terbesar dalam dua tahun.

Sedangkan untuk harga minyak mentah AS turun 5 sen menjadi USD 70,33 per barel, setelah kehilangan 5 persen pada sesi sebelumnya.

International Energy Agency memperingatkan para produsen dunia mengenai bantalan cadangan atau bantalan pasokan minyak dunia yang kemungkinan akan menyentuh ambang batas karena adanya penurunan produksi di beberapa negara.

Analis Again Capital Management, John Kilduff menjelaskan bahwa adanya gangguan pasokan dari salah satu anggota organisasi pengekspor minyak (OPEC) yaitu Venezuela menjadi pendorong kenaikan harga minyak.

"Masalah produksi di sana menjadi pengingat bahwa masalah-masalah itu sedang berlangsung," katanya.

Beberapa negara memang telah mengalami penurunan produksi karena berbagai hal. Negara-negara tersebut antara lain Venezuela, Norwegia, Kanada dan Libya.

Pada saat yang sama, AS telah meningkatkan retorikanya terhadap sanksi kepada anggota OPEC, Iran, yang kemudian juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga minyak.


Perang Dagang

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak anjlok seiring meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China akan berdampak terhadap harga minyak.

"Informasi utama tentang Libya hanyalah pemicu.Aksi jual ini hari ini merupakan spekulatif. Hedge Funddan manager lainnya bertaruh dengan ambil posisi beli kemudian menarik kembali dari posisi yang ditambahkan karena hargaminyak mentah dekati level tertinggi dalam 3,5 tahun lalu," ujar John Saucer,Wakil Presiden Direktur Mobius Risk Group, John Saucer, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (12/72018).

Tekanan jual meningkat ketika ketegangan sektor dagang antara AS dan China menimbulkan kekhawatiran permintaan. Tarif baru lebih dari USD 200 miliar terhadap barang China membuat harga komoditas termasuk harga minyak tertekan ikuti wall street. Ini karena ketegangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia makin intensif.

"Meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China telah dorong risikoterhadap harga minyak," ujar Analis Senior Interfax Energy, Abhishek Kumar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya