Ada Larangan KPU, Eks Napi Korupsi Wa Ode Nurhayati Nekat Jadi Caleg

Wa Ode Nurhayati juga merupakan salah satu [mantan narapidana korupsi yang menggugat PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ke MA.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Jul 2018, 17:23 WIB
Mantan anggota DPR RI Wa Ode Nurhayati memenuhi panggilan penyidik KPK di Jakarta, Jumat (13/7). Politikus PAN itu akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari dalam kasus e-KTP. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan narapidana kasus korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Tertinggal (DPPIDT) Wa Ode Nurhayati menyatakan, tetap akan maju sebagai calon legislatif (caleg) dalam Pemilu 2019. Mantan anggota DPR ini akan maju dari Partai Amanat Nasional (PAN).

"Insyaallah maju dari daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Tenggara. Saya daftar di PAN," ujar Wa Ode usai diperiksa terkait kasus korupsi e-KTP di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/7/2018).

Wa Ode mengatakan, dia masih menunggu hasil uji materi terkait PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019 yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Dalam PKPU tersebut, eks narapidana kasus korupsi dilarang untuk menjadi caleg.

Wa Ode Nurhayati merupakan salah satu mantan narapidana korupsi yang menggugat PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ke MA.

"Soal nanti seperti apa, saya tunggu hasil JR" kata dia.

Selain Nurhayati, ada sejumlah mantan napi korupsi yang menggugat PKPU yang mengatur soal larangan eks napi korupsi nyaleg. Keempat orang tersebut adalah Sarjan Tahir, bakal calon legislatif DPR RI dari Sumatera Selatan; Darmawati Dareho bakal calon legislatif DPRD Manado Sulawesi Utara; Al Amin Nur Nasution, bakal caleg dari Provinsi Jambi; dan Patrice Rio Capella, politikus Nasdem.


Resmi Diundangkan

Mantan anggota DPR RI Wa Ode Nurhayati berada di ruang tunggu KPK bersiap untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Jumat (13/7). Ini merupakan pertama kalinya Wa Ode Nurhayati diperiksa terkait kasus e-KTP. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang pemilihan anggota legislatif resmi diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham).

Peraturan yang memuat larangan mantan terpidana korupsi menjadi calon anggota legislatif tersebut telah diteken oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana.

Sebelumnya, aturan larangan eks narapidana korupsi terletak dalam pasal 7 tentang Persyaratan Bakal Calon, dalam bagian ketiga, Bab II mengenai Pengajuan Bakal Calon.

Setelah diundangkan, aturan tersebut tercantum dalam pasal 4, dalam ketentuan Umum, bagian pertama dalam Bab II mengenai Pengajuan Bakal Calon.

Konsekuensinya, partai politiklah yang harus memastikan bakal calon anggota legislatif bersih dari riwayat mantan terpidana korupsi. Begitu juga dengan larangan lainnya, yakni mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba.

"Itu benar. Tapi bila ada pelanggaran atas PKPU maka KPU juga punya kewenangan eksekusi sejak tahapan pendaftaran bakal calon, calon sementara, calon tetap, dan calon terpilih," ujar Komisioner KPU Wahyu Setiawan kepada wartawan, Selasa 3 Juli 2018.

Ia menegaskan, meskipun terdapat perubahan secara redaksional, namun substansinya tetap sama. Ketiga model mantan napi tersebut tak boleh mencalonkan diri.

"Substansinya sama. Mantan napi korupsi, pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba tidak boleh nyaleg," dia menegaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya