Liputan6.com, Bandung - Sekurangnya 16 foto menjadi gambaran kekuatan keluarga di RW 11, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung. Lokasi pamerannya pun sangat unik, foto-foto menempel di antara dinding rumah yang sudah menjadi puing-puing.
Prabowo Setyadi (33), sang fotografer, menampilkan foto-foto yang terdiri portrait para keluarga yang masih bertahan di lokasi eks penggusuran. Mereka difoto bak foto studio. Hanya saja latar belakang mereka adalah reruntuhan rumah yang telah ditempati sejak puluhan tahun lalu.
Baca Juga
Advertisement
"Keluarga merupakan pertahanan terbaik dalam setiap peristiwa kehidupan manusia," kata Prabowo pada Jumat 13 Juli 2018.
Melalui puluhan foto hitam putih yang dicetak dengan kertas berukuran 84 x 118 centimeter itu, Prabowo mencoba menggambarkan keluarga yang bertahan dari gempuran penggusuran rumah. Pasalnya, tempat tinggal yang sudah puluhan tahun mereka tempati dan dirawat, digusur untuk pembangunan rumah deret Tamansari.
"Prosesnya sangat panjang, sejak tahun lalu, sewaktu banyak warga menolak direlokasi," ujar Prabowo.
Pendekatan pun langsung ia lakukan kepada warga yang tetap bertahan di lokasi penggusuran.
"Saya langsung ngobrol dengan warga, ingin memotret bikin proyek foto keluarga dan respon mereka sangat baik," tuturnya.
Tapi, ia tak langsung terburu-buru mendokumentasikan warga. Sebab dalam beberapa kesempatan, warga yang ditemui harus berjuang atas nasib mereka. Semisal ikut berdemo hingga mengawal sidang gugatan ke PTUN.
"Secara konsep dan perencanaan dimulainya ketika kawasan Tamansari ini terekspos di media massa. Cuma kondisinya belum tergusur, saya juga menahan diri dulu sampai warga benar-benar siap," ucapnya.
Bowo, sapaan akrabnya, mengaku proses pemotretan hanya membutuhkan waktu sekitar dua hari. Sebanyak 16 dari 26 keluarga yang bertahan bersedia berfoto di beberapa titik. Ada yang berlatar puing-puing rumah, ada juga yang berfoto di rumah tempat mereka bertahan saat ini.
Pak Dadan dan Bu Tati misalnya. Keduanya memilih difoto di rumah mereka yang masih utuh. Sedangkan 14 keluarga lainnya memilih dengan latar belakang pemandangan rumah yang sebagian telah hancur.
"Saya tidak memaksa mau difoto di mananya. Mereka mau di rumah, silakan. Katanya, itu buat kenangan selama mereka tinggal di sini," ujar Bowo yang telah menerbitkan buku “200 Portraits + Hopes of Bandung People berisi 200 potret karyanya dan diterbitkan oleh Ruangfoto Publisher, beberapa tahun silam.
Bertahan dan Bahagia
Bowo berharap, karyanya berjudul 'Kami Bahagia, Kami Bertahan' ini menimbulkan empati dari masyarakat terhadap keluarga korban penggusuran.
"Ini mengenai rasa kepedulian untuk memberikan pengertian bahwa penggusuran bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas hidup ataupun menciptakan indeks kebahagiaan yang tinggi," ucapnya.
"16 keluarga yang memilih bertahan ini adalah mereka yang memilih berjuang untuk hak mereka. Hak mereka untuk tetap tinggal di lahan dan rumah mereka yang sudah puluhan tahun mereka rawat dan mereka diami," sambungnya.
Mengenai foto hitam putih, Bowo menjelaskan, bukan hanya bermaksud mendramatisir visual. Lebih dari itu, menurutnya, sejak terjadinya penggusuran, banyak yang direnggut dari mereka. Mulai dari rumah, barang-barang pribadi, tetangga, teman, nyawa dan kebahagiaan mereka.
"Portrait 16 keluarga yang tetap memilih bertahan ini merupakan sebuah bentuk perlawanan, untuk tetap bisa mendiami rumah mereka dan merawat lahan tempat tinggal mereka," ujarnya yang mengandalkan teknik wheatpaste dalam pameran ini.
"Foto keluarga ini adalah adalah salah satu cara mereka untuk tetap mengingat mereka pernah tinggal di sini dan merawat lahan ini. Dan sebagai pengingat kepada generasi berikutnya dalam keluarga mereka masing-masing, bahwa mempertahankan pilihan dan bertanggung jawab terhadap pilihan hidup adalah sebuah kewajiban," tambahnya.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement