KPK Tahan Pengusaha Johannes, Terduga Penyuap Eni Saragih

Johannes diduga terlibat dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jul 2018, 21:44 WIB
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan memberikan keterangan pers OTT terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (14/7). KPK menetapkan tersangka Eni Maulani dan Johannes Budisutrisno.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah ditetapkan tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan pengusaha atau pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo pada Sabtu (14/7/2018) malam.

Johannes diduga terlibat dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Setelah menjalani pemeriksaan sejak Jumat (13/7) sore kemarin, Johannes keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 21.00 WIB mengenakan rompi oranye.

"JBK ditahan 20 hari pertama di rutan cabang KPK di Gedung KPK Kavling C-1," jelas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyampaikan Johannes diduga menyuap kepada Wakil Ketua Komisi VII, Eni M Saragih sebesar Rp 4,8 miliar. Saat OTT berlangsung, tim KPK mengamankan uang sebesar Rp 500 juta. Uang Rp 500 juta ini diduga penerimaan keempat sejak Desember 2017.

Johannes diamankan tim KPK di ruang kerjanya di lantai delapan Graha BIP di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Jumat 13 juli  sore. Dalam OTT itu, KPK juga mengamankan sekretarisnya beserta tanda bukti penerimaan uang sebesar Rp 500 juta kepada Eni yang diberikan melalui staf sekaligus keponakan Eni, Tahta Maharaya.


Telusuri Aliran Dana

Basaria mengatakan, pihaknya sampai saat ini baru memastikan Johannes hanya memberi uang kepada Eni. Namun kemungkinan ada pihak lain yang menerima dari Komisi VII DPR akan didalami.

"Kita pastikan hanya diberikan kepada EMS. Yang lain-lain masih mungkin terjadi. Karena Rp 4,8 miliar secara keseluruhan sementara ini kemana (mengalir) kita belum bisa beri info," jelasnya.

Dalam kasus ini, Johannes disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya