Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih (EMS) sebagai tersangka penerima suap fee proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Eni ditangkap dalam OTT pada Jumat 13 juli 2018 sore di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham di Jalan Widya Chandra IV Jakarta Selatan.
Advertisement
Dalam OTT kemarin, KPK juga mengamankan suami dan keponakan Eni di tempat yang berbeda. Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan menjelaskan, kronologi penangkapan Eni Maulani Saragih oleh tim Satgas KPK saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (14/7) malam.
Pada Jumat siang tim mengidentifikasi ada penyerahan uang dari sekretaris pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, Audrey Ratna Justianty sebesar Rp 500 juta kepada staf sekaligus keponakan Eni, Tahta Maharaya. Penyerahan uang ini dilakukan di ruang kerja Audrey di lantai delapan Graha BIP Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Sekitar pukul 14.27, tim mengamankan Tahta di parkiran basement Gedung BIP.
"Dari tangan TM diamankan uang sejumlah Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dibungkus amplop coklat yang dimasukkan ke dalam plastik warna hitam," jelasnya.
Tim kemudian mengamankan Audrey di ruang kerjanya pukul 14.30. Dari Audrey diamankan dokumen tanda terima penyerahan uang Rp 500 juta kepada keponakan Eni.
"Setelah itu tim mengamankan JBK di ruang kerjanya di Graha BIP. Tim juga turut mengamankan sejumlah pihak seperti pegawai dan sopir JBK," kata Basaria.
Secara paralel tim KPK lainnya bergerak ke Jalan Widya Chandra untuk mengamankan Eni dan sopirnya pada pukul 15.21. Pada pukul 16.30 tim mengamankan staf Eni di Bandara Soekarno Hatta.
"Dini hari tadi pada 14 Juli 2018 tim mengamankan tiga orang lainnya yaitu MAK (M Al Khafidz) suami EMS dan dua staf EMS. Ketiganya diamankan di rumah EMS di daerah Larangan, Tangerang " jelasnya.
Basaria menyampaikan uang Rp 500 juta yang diterima Eni Maulani Saragih merupakan penerimaan keempat dari total Rp 4,8 miliar. Uang ini diduga sebagai komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Terima Uang Pertama Desember 2017
Eni disebut menerima uang pertama kali pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar, pada tanggal 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta dan terakhir Rp 500 juta saat KPK melakukan OTT.
"Diduga uang diberikan melalui staf dan keluarga dan peran EMS untuk memuluskan proses penandatangan kerjasama terkait pembanguann PLTU Riau-1," jelasnya.
Eni sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limites sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement