Neraca Dagang Berpotensi Surplus USD 1 Miliar pada Juni

Neraca perdagangan Juni 2018 diperkirakan surplus sekitar USD 1 miliar. Hal itu didorong impor minyak dan gas (migas) serta nonmigas diprediksi normal.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Jul 2018, 10:37 WIB
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Juni 2018 diperkirakan surplus sekitar USD 1 miliar. Hal itu didorong impor minyak dan gas (migas) serta nonmigas yang diprediksi normal pada Juni 2018.

“Potensi surplus USD 1 miliar. Dua bulan ini pada April-Mei defisit besar karena impor migas. Itu sebagai persiapan suplai bahan bakar minyak untuk Lebaran dan diantisipasi mulai April. Impor minyak besar selama dua bulan maka perdagangan Juni sudah normal,” ujar ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede saat dihubungi Liputan6.com, Senin (16/7/2018).

Ia menambahkan, impor nonmigas relatif normal karena aktivitas manufaktur domestik agak lambat pada Juni. “Impor migas dan nonmigas sudah relatif normal karena faktor musiman sudah berakhir,” kata dia.

Sementara itu dari sisi ekspor, menurut Josua, akan lebih tinggi. Ini melihat dari aktivitas manufaktur di Jepang dan ASEAN yang meningkat. Selain itu, harga komoditas seperti batu bara secara month to month (MtM) juga menguat.

Josua menuturkan, meski ada potensi surplus di neraca perdagangan pada Juni, defisit neraca transaksi berjalan akan cenderung melebar pada kuartal II 2018. Diperkirakan defisit 2,6 - 2,8 persen. Oleh karena itu, rupiah juga masih bergerak di kisaran 14.400 per dolar Amerika Serikat.

 

2 dari 2 halaman

Neraca Perdagangan RI Defisit USD 1,52 Miliar pada Mei 2018

Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia Mei 2018 mengalami defisit US$ 1,52 miliar. Pada bulan tersebut, ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 16,12 miliar, sedangkan impornya mencapai US$ 17,64 miliar.

‎Kepala BPS, Suhariyanto menjelaskan, sebenarnya ekspor pada Mei tumbuh cukup baik, yaitu 10,9 persen dibandingkan April 2018. Namun, nilai impor juga tumbuh cukup besar, yaitu 9,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

"Pada Mei kita masih mengalami defisit US$ 1,52 miliar.‎ Pertumbuhan ekspor bagus tapi pertumbuhan impor jauh lebih tinggi, itu yang menyebabkan defisit. Ini dipengaruhi kenaikan harga minyak cukup besar. Kita berharap bulan depan bisa suplus,"‎ ujar dia di kantor BPS, Jakarta, Senin 25 Juni 2018.

Dia menjelaskan, selama April-Mei 2018 pergerakan komoditas di pasar internasional masih mengalami ketidakpastian pasti. Ada komoditas yang naik, tapi ada juga yang mengalami penurunan harga.

‎"Yang mengalami kenaikan antara lain batu bara nikel, aluminium dan copper‎. Ada beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan harga seperti minyak kernel, emas, timah," kata dia.

Sebagai contoh, ucap Suhariyanto, menurut catatan BPS ‎harga minyak mentah naik dari bulan ke bulan. Jika pada April 2017 sebesar USD 67,43 per barrel, pada Mei naik menjadi USD 72,46 per barel.

‎"‎Perkembangan harga sepanjang April-Mei berpengaruh pada ekspor-impor Indonesia," tandas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya