Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) memastikan jika Program Kelistrikan 35 Ribu Mega Watt (MW) tidak terganggu, meski pembangunan salah satu pembangkitnya yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau I terjerat masalah hukum.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, PLTU Riau 1 berkapasitas 2X300 MW merupakan bagian dari proyek 35 ribu MW. Proyek ini direncakan beroperasi pada 2023. Sedangkan proses pembangunannya saat ini baru tahap awal pembentukan konsorsium.
Advertisement
"Proyek 35 ribu MW sudah selesai 23 ribu, direncanakan selesai 2023. Ada waktu 4-5 tahun," kata Sofyan, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (16/7/2018).
Menurut dia, jika proyek tersebut gagal maka PLN bisa mengulang kembali dengan proses cepat. Pasalnya, proyek tersebut merupakan penunjukan langsung yang dilaksanakan anak usaha PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
"Kalaupun ini gagal, bisa ulang progress cepat, karena ini kan anak perusahaan juga yang terlibat dengan partner private lain," tutur Sofyan.
Proyek PLTU mulut tambang Riau 1 belum memasuki pembangunan fisik, termasuk penetapan lokasi lahan tambang yang akan dibanggun PLTU. Atas adanya kasus yang sedang ditangani Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) ini, PLN menghentikan proses pembangunan pembangkit dengan nilai investasi USD 900 juta tersebut.
"Ini belum finish proyek (riau 1), mulut tambang belum dibeli ada kondisi yang belum selesai, mereka mau sekian tahun kita mau. Sementara kita break, aspek legal selesai terlebih dahulu," dia menandaskan.
Bos PLN Akui Diperiksa KPK Sebagai Saksi Kasus Suap PLTU Riau
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memberikan keterangan terkait penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumahnya, Jalan Taman Bendungan Jatiluhur II, Benhil, Jakarta Pusat pada Minggu (15/7/2018).Hal ini terkait pengembangan kasus dugaan suap PLTU Riau-1.
Sofyan mengaku kaget saat mendapat kabar jika kediamannya disambangi Komisi Antirasuah tersebut. Sebab, saat itu ia sedang tidak berada di rumah.
"Saya tidak di rumah. Datang, kaget lah. Lumrah kan," ujar dia dalam konferensi pers, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (16/7/2018).
Meskipun demikian, Sofyan mengaku bertindak kooperatif selama proses penggeledahan oleh KPK.
"Pertama, kami menghormati proses hukum yang dilakukan KPK dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Saya taat atas hukum yang berlaku," jelasnya.
Sofyan pun mengatakan pemeriksaan yang dilakukan KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi. "Saksi lah (status hukum)," dia menandaskan.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement