Liputan6.com, New York - Harga minyak merosot lebih dari 4 persen pada hari Senin, dengan Brent mencapai level terendah tiga bulan, karena pulihnya aktivitas ekspor di pelabuhan-pelabuhan Libya, pelaku pasar kini mengantisipasi kenaikan suplai minyak oleh Rusia dan negara produsen minyak lainnya.
Dilansir dari Reuters, Selasa (17/7/2018), harga minyak mentah brent berjangka turun USD 3,49 menjadi USD 71,84 per barel, kehilangan 4,63 persen. Ini merupakan level terendah sejak pertengahan April.
Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun USD 2,95 untuk menetap USD 68,06 per barel, kehilangan 4,15 persen.
Baca Juga
Advertisement
Pada pekan lalu harga minyak menguat karena terhentinya produksi minyak Libya, sengketa tenaga kerja di Norwegia dan kerusuhan di Irak.
Kini kekhawatiran terhadap gangguan pasokan minyak mereda karena Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan Rusia dan produsen minyak lainnya dapat meningkatkan produksi sebesar 1 juta barel per hari atau lebih jika kekurangan stok menghantam pasar.
Juga membebani harga adalah laporan bahwa Amerika Serikat dapat menekan Strategic Petroleum Reserve, yang akan menambah pasokan ke pasar. Kekhawatiran atas pertumbuhan PDB kuartal kedua China juga membawa sentimen negatif.
Pertumbuhan produksi pabrik Juni melemah ke level terendah dua tahun dalam tanda mengkhawatirkan bagi investasi dan eksportir imbas dari semakin memanasnya perang perdagangan dengan Amerika Serikat.
"PDB yang hilang sedikit secara psikologis adalah tanda peringatan bahwa China baik-baik saja sekarang, tetapi tidak cukup kuat seperti yang diharapkan," kata Phil Flynn, analis Price Futures Group di Chicago.
Produksi minyak di Libya masih di bawah ancaman. Sementara pelabuhannya dibuka kembali, produksi di ladang minyak Sharara Libya diperkirakan turun setidaknya 160 ribu barel per hari setelah dua pekerja diculik oleh kelompok yang tidak dikenal, National Oil Corporation (NOC) mengatakan pada hari Sabtu.