Liputan6.com, New York - Komite PBB untuk sanksi Korea Utara telah menyetujui permintaan Korea Selatan untuk kemungkinan pembukaan kembali jalur komunikasi militer antara kedua negara. Demikian menurut penjelasan seorang diplomat Dewan Keamanan pada Senin, 16 Juli 2018.
Sebagai bagian dari proses itu, komite terkait akan mengizinkan penggunaan bahan dan peralatan seperti kabel serat optik, bus, truk, bensin, oli mesin, dan cairan transmisi dalam pemulihan jalur komunikasi.
Dikutip dari South China Morning Post pada Selasa (17/7/2018), Korea Utara telah mengalami berbagai sanksi akibat uji coba rudal nuklir dan balistiknya, sehingga ada pembatasan ketat pada impor dari dan ekspor ke negara tersebut.
Dan karenanya, pengecualian sanksi apa pun harus disetujui secara bulat oleh komite khusus PBB tersebut, yang beranggotakan 15 orang.
Sebagai contoh, pada Desember lalu, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi pembatasan ekspor produk minyak yang dimurnikan ke Korea Utara sebesar 500.000 barel per tahun, turun dari 2 juta barel, setelah uji coba sebelumnya pada jenis baru rudal jarak jauh.
Baca Juga
Advertisement
Pekan lalu, duta besar Korea Selatan untuk PBB, Cho Tae-yul, mengirimkan surat kepada ketua komite terkait, duta besar Belanda Karel van Oosterom, yang berisikan lebih dari 50 poin isu.
Surat itu disebut menggambarkan pemulihan pebatasan sebagai "langkah tindak lanjut" untuk Deklarasi Panmunjom, yang ditandatangani oleh pemimpin kedua negara pada 27 April.
Di dalamnya, presiden Korsel Moon Jae-in, dan pemimpin Korut Kim Jong-un, setuju "mengambil berbagai langkah militer untuk memastikan kerja sama, pertukaran, kunjungan, dan kontak aktif dan mengadakan pembicaraan militer".
Selanjutnya, dalam pembicaraan militer pada 14 Juni, kedua pihak sepakat untuk "mengembalikan sepenuhnya jalur komunikasi militer" yang "akan berfungsi untuk menjaga perdamaian dan stabilitas dan mengurangi ketegangan di semenanjung Korea dan sekitarnya", kata surat itu.
Otoritas pada komite terkait juga mempertimbangkan permintaan Amerika Serikat, yang pekan lalu menuduh Pyongyang melanggar sanksi PBB atas minyak olahan melalui transfer antar kapal, dan mendesak negara-negara anggota PBB untuk sementara menahan diri dari kegiatan ekspor migas ke Korea Utara.
Simak video pilihan berikut:
Korea Utara Butuh Bantuan
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Masalah Kemanusiaan, Mark Lowcock, mengatakan dalam jumpa pers di Pyongyang pada pekan lalu, bahwa Korea Utara menghadapi masalah malnutrisi, air bersih layak minum dan kekurangan obat-obatan.
"Memang sudah banyak kemajuan yang dicapai dalam 20 tahun terakhir, tapi masih ada berbagai tentangan kemanusiaan yang signifikan," ujar Lowcock sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia.
Menurutnya, kurang lebih 20 persen anak-anak gagal tumbuh kembang karena malnutrisi, dan sekitar separuh anak-anak di daerah pedesaan Korea Utara mengonsumsi air yang terkontaminasi.
Dia menambahkan, kekurangan obat-obatan dan perlengkapan kedokteran membuat pihaknya sangat sulit memberikan perawatan medis kepada orang-orang.
PBB sedang berusaha mengumpulkan dana US$ 111 juta untuk bantuan terhadap Korea Utara. Sejauh ini, katanya, baru 10 persen yang terkumpul dari Swedia, Swiss, dan Kanada.
Advertisement