Menhub: Operator Jembatan Timbang Jadi Jabatan Paling Favorit di Pemda

Beberapa oknum pemerintahan daerah ditengarai acapkali memanfaatkan tugas pengelolaan jembatan timbang secara sewenang-wenang.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 17 Jul 2018, 14:00 WIB
Ilustrasi angkutan truk.(Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memastikan jika Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus berupaya memperkuat regulasi terkait operasional jembatan timbang. Pengelolaan jembatan timbangn rencananya bakal dialihkan dari Pemerintah Daerah (Pemda) kepada swasta.

Menurutnya, hal tersebut dilakukan agar pendapatan yang diterima negara dari pengoperasian Jembatan Timbang menjadi lebih jelas. Beberapa oknum pemerintahan daerah ditengarai acapkali memanfaatkan tugas tersebut secara sewenang-wenang.

"Pak Karwo (Soekarwo, Gubernur Jawa Timur) bilang sama saya, PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang didapat dari situ lebih banyak yang masuk kantong. Satu Pemda juga sempat mengatakan, jabatan yang paling favorit di Pemda itu adalah menjadi penguasa di jembatan timbang," ujar dia di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Adapun Jawa Timur dan Jawa Barat sendiri, akan jadi titik fokus penegakkan hukum keberadaan jembatan timbangnya Ini karena pergerakan kendaraan berlebihan muatan banyak berpusat di dua kawasan itu.

Dengan banyaknya kendaraan yang terbilang over dimensi dan over loading (ODOL), ia menegaskan, itu akan banyak berdampak pada kerugian seperti kemacetan yang sistematis hingga kerugian negara akibat jalan yang tidak sebesar Rp 43 triliun.

Dia melanjutkan, Kemenhub telah merintis upaya untuk menjalin ikatan kerjasama dengan pihak swasta, termasuk sebagai koordinator dari beberapa jembatan timbang.

Ia menyebutkan, sudah ada dua BUMN yang sudah mengambil alih peran, yakni PT Surveyor Indonesia (Persero) dan PT Sucofindo (Persero).

Lewat kerjasama tersebut, Menhub Budi mengatakan, bakal ada suatu keuntungan tersendiri bagi pihak operator dalam hal ongkos pemeliharaan jalan.

"Anda bayangkan, satu penggal jalan 100 km itu katakan ada biaya maintenance sebanyak Rp 20-Rp 40 miliar. Kalau mereka menyisihkan itu Rp 5 miliar untuk mengelola jembatan timbang, pasti kerusakan yang tadinya Rp 200 miliar bisa turun jadi Rp 150 miliar," paparnya.

"Jadi ada suatu advantage yang diperoleh oleh tim perusahaan yang memelihara jalan dengan lebih murah," dia menambahkan.


Mulai 1 Agustus, Pemilik Truk Kelebihan Muatan Bakal Dipidana

Ilustrasi Foto Jembatan Timbang (iStockphoto)

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan akan melakukan penindakan kepada para pelaku truk yang bermuatan lebih (Over Loading) dari ketentuan yang berlaku mulai 1 Agustus 2018. Penindakan akan diturunkan di 3 lokasi pilot project Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau Jembatan Timbang.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Budi Setiyadi menjelaskan, hasil evaluasi selama 3 bulan dari 7 jembatan timbang, ternyata dari 100 kendaraan truk yang lewat, 75 itu melakukan pelanggaran overload, dan dari 75 kendaraan yang overload tersebut, 25 persen diantaranya melakukan pelanggaran sampai dengan 100 persen.

"Misal truk itu daya angkutnya 50 ton, dia mengangkut sampai dengan 100 ton. Bayangkan!” ujar Budi dalam keterangannya, Jumat (6/7/2018).

Adapun ketiga jembatan timbang yang akan menjadi pilot project mulai 1 Agustus 2018 yaitu UPPKB Losarang Indramayu Jawa Barat, UPPKB Balonggandu Karawang Jawa Barat dan UPPKB Widang Tuban Jawa Timur.

Budi menjelaskan, Ketiga jembatan timbang ini merupakan konsentrasi Menteri Perhubungan untuk ditingkatkan kualitas sebagai Pilot Project untuk percontohan supaya nanti (jembatan timbang) yang lain seperti itu performanya, baik SDM, sistem, teknologi informasi, pengawasan, serta sarana dan prasarananya.

Dirinya menambahkan, sosialisasi sudah dilakukan dengan mengumpulkan para pelaku barang, kawasan industry, Aptrindo, Organda, Karoseri sudah kami sampaikan dan bahkan kepada truk-truk yang lewat di jembatan timbang sudah kami berikan brosur.

“Kalau bentuk pelanggarannya adalah over dimensi, pelakunya adalah orang yang menyuruh apakah dia pemilik truk, ataukah dia karoseri,” kata Dirjen Budi. “Tapi kalau over loading, penanggungjawabnya adalah pengusahanya bukan pengemudi,” lanjutnya.

Budi mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 277, sanksi bagi pelanggar over dimensi diancam pidana kurungan 1 tahun.

“Kami akan bekerjasama dengan Mahkamah Agung, kalau bisa (ancaman pidana) 1 tahun itu minimal dikenakan bagi pelanggar,” jelasnya.

Berdasarkan data Kementerian PUPR bahwa dalam 1 tahun kerugian karena untuk memperbaiki jalan sampai dengan Rp 43 Triliun, sedangkan sedangkan (anggaran) untuk membangun jalan itu hanya Rp 26 Triliun.

Budi mengingatkan bagi siapa saja baik itu perusahaan karoseri, pengusaha truk maupun pengusaha barang yang memerintahkan untuk melakukan over loading dan over dimensi sudah saatnya untuk kembali kepada ketentuan yang ada. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya