Liputan6.com, Jakarta Jumlah perokok pemula terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkenas), pada 2016 dari total perokok terdapat 8,8 persen adalah pemula. Angka tersebut lebih besar dibanding 2013 yang hanya 7,2 persen.
Padahal pemerintah melaui Kementerian Kesehatan menargetkan penurunan prevalensi perokok anak usia di bawah 18 tahun sebesar 1 persen setiap tahun.
Baca Juga
Advertisement
"Ini menunjukan, rokok murah jadi mendorong anak-anak yang mampu membeli rokok dan dapat teradiksi sehingga menjadi perokok yang tidak dapat berhenti seterusnya," kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI), Hasbullah Thabrany, di Jakarta, Selasa (17/6/2018).
Melihat kecenderungan tersebut, Hasbullah mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar tidak perlu ragu untuk menaikan harga rokok melalui kenaiakn cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi.
"Kami mendesak pemerintah menaikan cukai rokok paling sedikit sebesar 20 persen per tahun di tahun depan. Agar tujuan utama UU cukai, yaitu mengendalikan konsumsi rokok dan menurunkan prevelensi perokok 1 persen per tahun dapat tercapai,' imbuhnya.
"Pemerintah tidak perlu gagap atau takut berefek buruk pada ppetani dan pekerja rokok. Penelitian Bank Duunia telah membuktikan bahwa angka kemiskinan di kalangan petani tembakau dan pekerja rokok jauh lebih dari angka kemiskinan umum. masyarakat pasti mendukung pemerintah," sambung dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masyarakat RI Dukung Kenaikan Harga Rokok
Sebelumnya, Komnas Pengendalian Tembakau dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) merilis hasil survei mengenai dukungan publik terhadap kenaikan harga rokok. Dari hasil survei menunjukan bahwa masyarakat Indonesia mendukung harga rokok dinaikan agar tidak ada lagi membeli rokok.
Anggota Tim Peneliti PKJS-UI, Renny Nurhasanah mengungkapkan, dukungan harga rokok mahal ternyata tidak hanya muncul dari masyarakkat non perokok, namun juga dari para perokok itu sendiri. Hal ini dibuktikan dalam survei yang dilakukan PKJS-UI selama bulan Mei 2018 pada 1.000 responden.
Renny mengatakan, survei ini ditujukan untuk mengukur seberapa besar dukungan masyarakat terhadap kenaikan harga rokok dan mengetahui sikap perokok terhadap dampak kenaikan harga rokok.
"Bahwa 88 persen responden mendukung kenaikan harga rokok agar anak-anak tidak membeli rokok. Jika dikelompokan pada perilaku merokok 80,45 persen perokok, 93,01 persen non perokok, dan 92,63 persen yang sudah berhenti merokok setuju harga rokok dinaikin lagi," kata Henny.
Advertisement