Liputan6.com, Jakarta - Pemanfaataan teknologi pengenalan wajah (facial recognition) yang kian menjamur ternyata menjadi perhatian Microsoft.
Karenanya, perusahaan teknologi yang berbasis di Redmond, Amerika Serikat itu mengusulkan agar ada aturan soal teknologi ini.
Melalui laman blog perusahaan, President Microsoft Brad Smith menyerukan agar pemerintah Amerika Serikat (AS) membuat peraturan termasuk menyiapkan norma sebagai acuan dalam pemanfaatan teknologi pengenalan wajah ini.
Baca Juga
Advertisement
"Tanpa pendekatan yang bijaksana, otoritas publik akan melakukan pendekatan bias untuk memutuskan siapa yang melacak, menyelidiki, termasuk menangkap kriminal saat ada penyalahgunaan teknologi ini," tulisnya seperti dikutip dari Fox News, Kamis (19/7/2018).
Karena itu, Microsoft yang juga menyediakan teknologi pengenalan wajah, menolak permintaan pelanggan yang dianggap dapat melanggar hak-hak masyarakat.
Alasannya, teknologi ini sebenarnya memiliki penerapan positif, tapi dapat berpotensi melanggar hak seseorang.
"Bayangkan sebuah toko di mal menggunakan pengenalan wajah untuk berbagi informasi seputar barang yang dibeli dan dilihat, tanpa meminta izin terlebih dulu," tulisnya.
Pernyataan Smith ini sejalan dengan sejumlah advokat dan kelompok sipil di Amerika Serikat yang meminta pemerintah AS mulai melakukan pengawasan pada teknologi pengenalan wajah. Mereka beralasan teknologi ini dapat disalahgunakan oleh sejumlah pihak.
"Bayangkan ada pusat data dari semua orang yang menghadiri acara berbau politik, padahal kehadiran di tempat seperti itu merupakan esensi dari kebebasan berbicara," ucapnya.
Berbekal Pengenalan Wajah, Polisi Tiongkok Kian Mudah Tangkap Pelaku Kejahatan
Salah satu negara yang cukup maju dalam pemanfaatan pengenalan wajah adalah Tiongkok. Berbekal CCTV yang disebar di banyak wilayah, penegak hukum di negara tersebut kian mudah mendeteksi pelaku kriminal.
Kesuksesan itu juga terbukti dengan penangkapan salah seorang pelaku kriminal baru-baru ini. Polisi setempat dilaporkan berhasil meringkus seorang terduga pelaku kejahatan dengan memanfaatkan teknologi pengenalan wajah.
Pelaku yang disebut bernama Ao itu masuk dalam daftar pencarian polisi karena dianggap melakukan kejahatan ekonomi di Tiongkok. Ao ditangkap saat dirinya bersama sang istri sedang menghadiri konser penyanyi kenamaan Jacky Cheung.
Menurut salah seorang petugas, identitas pelaku berhasil diidentifikasi dari kamera yang ada di pintu masuk. "Pelaku terlihat sangat terkejut saat kami membawanya, sebab ia tak menduga kami akan mampu menangkapnya di tengah kerumunan 60 ribu orang," tuturnya.
Metode penangkapan Ao bukan kali pertama terjadi. Pada Agustus 2017, polisi di provinsi Shandong berhasil meringkus 25 pelaku kriminal menggunakan sistem pengenalan wajah yang ada di festival bir internasional Qingdao.
Tiongkok sendiri juga diakui sebagai salah satu negara yang unggul dalam pemanfaatan teknologi pengenalan wajah. Bahkan, masyarakat disebut sangat sulit mengakali otoritas setempat berbekal teknologi ini.
Negara Tirai Bambu itu memang telah membangun sebuah jaringan kamera pengawas terbesar di dunia. Saat ini, diperkirakan sudah ada 170 juta kamera CCTV yang tersebar dan sedang dipersiapkan sekitar 400 juta kamera baru yang dipasang hingga 2020.
Namun, tak sedikit pula yang menyebut aksi pengawasan ini akan menyebabkan keresahan di masyarakat, karena dianggap membatasi kebebasan dan perasaan selalu diawasi.
Advertisement
Pakai Teknologi Pengenalan Wajah, Polisi Salah Identikasi Ribuan Orang
Kendati demikian, bukan berarti metode ini selalu berhasil. Terbukti, pada ribuan orang yang menghadiri pertandingan final Liga Champion di Cardiff, Wales, 2017 lalu telah salah diidentifikasi sebagai orang-orang yang berpotensi melakukan tindak kriminal.
Mengutip The Guardian, kepolisian setempat rupanya telah menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk mempermudah tugasnya mengenali penjahat dan pelaku tindak kriminal.
Menurut laporan, pihak kepolisian South Wales telah memindai lebih dari 170 ribu wajah yang bepergian ke Cardiff untuk menyaksikan pertandingan final antara Real Madrid dan Juventus.
Dari jumlah 170 ribu orang yang diidentifikasi, ada sebanyak 2.470 orang yang ternyata dikenali sebagai pelaku tindak kriminal. Total menurut data, tingkat kesalahan teknologi pengenalan wajah ini sebesar 92 persen (2.297 orang telah salah diidentifikasi).
Kepolisian South Wales mengakui, "Tidak ada sistem pengenalan wajah yang akurat 100 persen. Namun, teknologi ini telah menuntun pada adanya 450 penangkapan pelaku kriminal sejak diperkenalkan."
Kepolisian juga menyebut, tidak ada seorangpun ditangkap gara-gara kejadian salah identifikasi dalam kasus di atas.
(Dam/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: