Liputan6.com, Banyumas - Barangkali, pekan-pekan ini menjadi waktu paling membahagiakan para orang tua yang anaknya beranjak remaja. Anak-anak mereka, masuk sekolah SMP atau SMA.
Tetapi, sejumlah orang tua siswa baru di lima SLTP negeri dibuat resah dengan kebijakan sekolah yang mewajibkan pungutan dalam jumlah tertentu. Tanpa penjelasan yang terang, pungutan ini disinyalir sebagai pungutan liar atau pungli.
Mereka pun lantas mengadu ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyumas. Sekretaris Komisi D DPRD Banyumas, Yoga Sugama mengungkapkan, sejauh ini ia menerima keluhan dugaan pungli dari orang tua yang anaknya bersekolah di lima sekolah negeri di Purwokerto dan Banyumas.
Baca Juga
Advertisement
“Kenapa saya bilang pungli, karena itu tidak berdasar, tidak ada landasan hukumnya,” kata Yoga Sugama, kepada Liputan6.com, Selasa, 17 Juli 2018.
Yoga Sugama mengatakan besaran pungli berkisar antara Rp 2.000.000,- hingga Rp 5.000.000,- per siswa. Bahkan, ada sekolah yang tak memberi kesempatan membayar tempo atau menyicil. Orang tua, dipaksa melunasi dalam jangka waktu tertentu.
“Mau daftar ulang, itu supaya mbayar, gitu loh. Yang mengadu ke saya, ada yang disuruh membayar tiga juta rupiah, ada yang disuruh dua juta rupiah, ada juga yang lima juta rupiah. Bahkan meminta tempo saja tidak boleh, gitu lho,” kata Yoga.
Yang membuat resah orang tua siswa, pungutan tersebut tak disertai dengan penjelasan peruntukannya. Apakah untuk seragam, buku pelajaran atau operasional lainnya. Ini alasan Yoga menyebut sebagai pungli.
Saksikan video siswa cukup daftar ulang dengan pisang dan kelapa:
Beda Sumbangan dengan Pungli
Yoga mengemukakan, yang disebut sumbangan itu sifatnya mengikat. Besaran dan waktu pembayarannya sudah ditentukan. Ini bertentangan dengan undang-undang. Sebab, sumbangan ke sekolah mestinya besarannya tak ditentukan. Waktu pembayarannya pun fleksibel, tergantung pada kemampuan orang tua siswa.
Seluruh operasional sekolah sudah ditanggung Biaya Operasional Sekolah (BOS). Sumbangan sekolah yang mengikat juga bertentangan dengan semangat wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah.
"Hal itu juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisidiknas) dan Permendikud Nomor 44 tahun 2012 tentang Larangan Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Dasar," kata Yoga.
Yoga menegaskan, pekan ini DPRD Banyumas, Jawa Tengah bakal memanggil Dinas Pendidikan Banyumas usai muncul aduan pungli ini. Lima sekolah yang terindikasi melakukan pungli pun bakal dipanggil.
Namun, ia enggan menyebut nama-nama sekolah yang terindikasi terjadi pungli. Menurutnya, lima sekolah itu akan diketahui saat DPRD mengklarifikasi Dinas Pendidikan sekaligus mengundang sekolah tersebut.
Advertisement
Sekolah Harus Kembalikan Sumbangan Jika Ada Unsur Paksaan
“Saya akan rapatkan di Komisi D DPRD Banyumas, akan kami panggil Dinas Pendidikan Banyumas, dan mungkin juga memanggil sekolah-sekolah yang ada indikasi (pungli) itu,” dia menegaskan.
Kepala Dinas Pendidikan Banyumas, Purwadi Santosa mengaku sudah mendengar kabar dugaan pungli ini. Namun, ia belum mengetahui data sekolah-sekolah yang terindikasi ada pungli.
Sebab itu ia pun tak bisa berkomentar banyak. Hanya saja, jika ada orang tua yang keberatan dengan sumbangan yang ditetapkan oleh komite sekolah, lebih baik sekolah tersebut mengembalikan.
Sebab, sumbangan bersifat sukarela. Jika ada unsur keterpaksaan, maka bukan lagi disebut sukarela, melainkan pungutan.
“Kalau melapornya kepada kami. Ada datanya tunjukkan, maka akan saya minta langsun kembalikan. Yang namanya sumbangan tidak ada unsur paksaan,” dia menegaskan.
Dinas Pendidikan Banyumas pun siap jika dipanggil DPRD untuk mengklarifikasi dugaan pungli ini. Jika benar terjadi, maka ia akan meminta agar sekolah segera mengembalikan.
Sebab, sumbangan yang diterima sekolah tidak mengikat dan tak ditentukan nominalnya. Jika nominal ditentukan, apalagi ada unsur paksaan, maka sumbangan itu bisa disebut pungutan, yang bisa jadi mengarah pada pungli.
“Harapannya, persoalan seperti ini diselesaikan secara kekeluargaan. Ini juga demi anak-anak kita. Paing tambahan saya seperti itu, Mas,” Purwadi menjelaskan.