Jakarta - Piala Dunia telah berakhir dengan menggoreskan tinta emas bagi timnas Prancis yang menjadi juara setelah mengalahkan Kroasia pada partai puncak. Meski usai, banyak hal menarik yang patut disimak, satu di antaranya anggapan, Piala Dunia 2018 menjadi penyelenggaraan terbaik dalam sejarah turnamen tersebut.
Baca Juga
- Penyesalan Terbesar Arsene Wenger dalam Kariernya
- Pelatih Korsel Berharap Son Heung-min Segera Gabung Tim Asian Games 2018
- Ingin Fokus di Inter Milan, Ivan Perisic Tolak Manchester United
Advertisement
Mengapa demikian? Hal ini mengacu terhadap beberapa statistik yang terjadi sepanjang turnamen. Satu di antaranya adalah kemunculan "drama" dalam beberapa pertandingan. Belum lagi, melihat fungsi teknologi VAR yang beberapa kali menentukan jalannya pertandingan.
Berikut ini adalah fakta-fakta menarik berdasar statistik yang membuat anggapan Piala Dunia 2018 menjadi penyelenggaraan hajat sepak bola terbaik sepanjang sejarah:
Drama
Tidak seperti liga-liga besar sepak bola dunia, Piala Dunia tidak membutuhkan waktu lama untuk menghadirkan drama-drama yang amat seru untuk dinikmati para penikmat sepak bola.
Pada Piala Dunia 2018, drama itu pun muncul pada awal turnamen ketika Spanyol bermain 3-3 melawan Portugal pada babak penyisihan grup. Gol Cristiano Ronaldo dari eksekusi tendangan bebas pada menit-menit akhir, membuat Portugal sukses meraih satu poin atas skuat La Furia Roja.
Selain itu, pada pertandingan Uruguay melawan Mesir, gol penentu kemenangan pun tercipta pada menit ke-89, sedangkan dalam pertandingan Iran melawan Maroko gol kemenangan tercipta pada menit ke-95.
Total, ada tiga gol pada menit akhir yang berujung kemenangan bagi tim yang mencetak gol, sedangkan empat lainnya gol tercipta namun tim bersangkutan menelan kekalahan. Jumlah ini paling banyak tercipta daripada penyelenggaraan Piala Dunia sebelumnya.
Berikut statistik gol-gol yang tercipta pada menit ke-90 atau lebih
- : 9 gol
- Piala Dunia 2014: 4 gol
- Piala Dunia 1998: 3 Gol
- Piala Dunia 2006: 2 Gol
- Piala Dunia 1962: 2 Gol
- Piala Dunia 2010: 1 Gol
- Piala Dunia 1990: 1 Gol
- Piala Dunia 1970: 1 Gol
Kejutan
Sepak bola tanpa kejutan, ibarat sayur tanpa garam. Namun, kiranya kejutan itu pun sebaiknya tidak terlalu mencolok karena mampu menimbulkan kontroversi ke depan, atau bahkan membosankan.
Misalnya, pada Piala Dunia 2002, ketika banyak tim-tim unggulan tersingkir ketika baru memasuki fase grup. Alhasil, sisa turnamen tersebut pun terasa hambar karena tim-tim unggulan sudah banyak yang gugur.
Akan tetapi, di Piala Dunia 2018, kejutan terasa sangat “tepat”. Okelah, Jerman, yang berstatus sebagai juara bertahan tersingkir lebih dulu dari fase grup. Toh, “kutukan” juara bertahan pun tetap terjaga sehingga Piala Dunia bisa semakin seru ke depannya.
Setelah itu, tim-tim unggulan lain tersingkir namun pada babak gugur. Mulai dari Spanyol yang ditekuk Rusia, Argentina, hingga Brasil yang dibuat tak berdaya saat menghadapi Belgia.
Khusus bagi timnas Jerman, ada catatan menarik, ketika kiper mereka, Manuel Neuer, tercatat sebagai satu-satunya kiper yang mampu melakukan dua dribel sukses saat menghadapi Korea Selatan.
Advertisement
Superstar melempem
Sebelum Piala Dunia 2018 bergulir, para penikmat sepak bola tentu berharap bisa menyaksikan para bintang dunia, seperti Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, hingga Neymar dapat menunjukkan kemampuan terbaiknya di dalam lapangan.
Awalnya, Cristiano Ronaldo sempat membuat harapan itu menjadi kenyataan setelah ia mencetak tiga gol ketika menghadapi Spanyol. Namun, setelah itu, performa bintang Portugal tersebut melempem.
Lionel Messi? Boro-boro angkat Piala Dunia, dalam beberapa pertandingan saja ia dianggap "tidak kelihatan" di lapangan. Bahkan, muncul kabar keretakan dalam skuat Argentina setelah berselisih dengan pelatih mereka.
Lalu bagaimana dengan Neymar? Nah, Neymar memang menjadi banyak bahan pembicaraan sepanjang turnamen Piala Dunia 2018 berlangsung. Namun, ironisnya, bukan karena kehebatannya di lapangan, melainkan komentar miring, mulai dari gaya rambut "jaman now" menyerupai mie keriting hingga aksi diving.
Nah, keseruan pun muncul dari para pemain muda. Satu di antaranya adalah Kylian Mbappe, yang sukses mengantarkan Prancis menjadi juara. Bahkan, dua gol Mbappe ke gawang Argentina pada 16 besar menjadikannya sebagai pemain termuda yang mencetak dua gol dalam satu pertandingan semenjak Pele, legenda Brasil.
Pemain termuda yang mencetak gol pada partai final Piala Dunia
- Pele (Brasil) vs Swedia, 29 Juni 1958 - 17 tahun 248 hari
- Kylian Mbappe (Prancis) vs Kroasia, 15 Juli 2018 - 19 Tahun 207 hari
- Carlos Desiderio Peucelle (Argentina) vs Uruguay, 30 Juli 1930 - 21 tahun 319 hari
- Amarildo (Brasil) vs Ceska, 17 Juni 1962 - 21 Tahun 322 hari
- Wolfgang Weber (Jerman) vs Inggris, 30 Juli 1966 - 22 tahun 33 hari
Tema Piala Dunia
Tema khusus terkadang terselip di ajang Piala Dunia. Pada 1966, misalnya, ketika seekor anjing menemukan piala Jules Rimet yang sebelumnya sempat dicuri saat dipamerkan. Kemudian pada 2014, "tema" khusus itu seputar penggunaan teknologi garis gawang serta aktivitas wasit menyemprotkan cairan untuk pagar betis tendangan bebas.
Pada 1990 juga sempat menjadi pembicaraan ketika permainan defensif terkait aturan backpass yang memperbolehkan kiper memungut bola dari umpan rekannya sendiri. Hal ini berakibat pertandingan dalam turnamen tersebut menjenuhkan dan rataan gol di Piala Dunia 1990 hanya 2,21 gol per pertandingan.
Bagaimana dengan Piala Dunia 2018? Tentu saja jawabannya adalah penggunaan teknologi VAR. Bahkan, penggunaan teknologi itu kiranya mampu memengaruhi jalannya pertandingan dan jumlah penalti yang tercipta pun amatlah banyak. Baru lima hari bergulir, total sudah ada lima penalti. Total, Piala Dunia 2018 pun menciptakan rekor karena tercipta total 22 penalti.
Selain penalti, angka menarik juga tercipta dalam hal gol dari tendangan bebas. Bahkan, angka 43 persen dari hal tersebut merupakan catatan tertinggi sejak Piala Dunia 1966. Berikut ini adalah catatan gol dari situasi bola mati terbanyak dalam sejarah Piala Dunia:
- Piala Dunia 2018: 43 persen
- Piala Dunia 1994: 38 persen
- Piala Dunia 2006: 37 persen
- Piala Dunia 1990: 36 persen
- Piala Dunia 1998: 36 persen
- Piala Dunia 2002: 35 persen
- Piala Dunia 2010: 32 persen
- Piala Dunia 1966: 30 persen
Advertisement
"Football Didn't Quite Come Home"
Football is coming home. Nyatanya, belum juga menjadi kenyataan bagi timnas Inggris. Meski demikian, kiranya perjuangan skuat asuhan Gareth Southgate di Rusia perlu diacungi jempol, setidaknya bagi para pemain-pemain seperti Harry Maguire, Kieran Trippier, dan Jordan Pickford yang sempat digadang-gadang menjadi calon bintang masa depan Inggris. Bahkan, meski sebelumnya tidak berstatus bintang, performa mereka sangat baik sepanjang turnamen.
Harry Maguire, misalnya, yang tercatat 23 kali melakukan sentuhan bola di barisan pertahanan lawan. Jumlah ini dua kali lipat lebih banyak dari pada bek-bek tim lain yang berlaga di Piala Dunia 2018.
Selain itu, Kieran Trippier juga mampu mencatatkan diri sebagai pemain yang paling sering melepaskan tendangan ke arah gawang lawan (24 kali), mengungguli pencapaian Neymar, Kevin de Bruyne, Luka Modric, Eden Hazard, hingga Philippe Coutinho.
Sementara itu, satu pemain Inggris lainnya yang patut diberikan kredit besar adalah Harry Kane yang meraih sepatu emas sebagai top scorer Piala Dunia 2018. Ya, meski belum juara, setidaknya Inggris bisa berharap banyak mengulang kesuksesan 1966 kepada para pemain muda di Rusia.
Sumber: BBC