Eksepsi Terdakwa Penistaan Agama Pemicu Kerusuhan di Tanjungbalai Ditolak

Kerusuhan bernuansa SARA terjadi di Tanjungbalai, dua tahun lalu, tetapi terdakwa penistaan agama baru ditahan pada 30 Mei 2018.

oleh Reza Efendi diperbarui 18 Jul 2018, 11:00 WIB
Kerusuhan bernuansa SARA terjadi di Tanjungbalai, dua tahun lalu, tetapi terdakwa penistaan agama baru ditahan pada 30 Mei 2018. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Liputan6.com, Medan - Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan terdakwa perkara penodaan agama memicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, dua tahun lalu, Meiliana (44).

Ketua Majelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo mengatakan, eksepsi yang dilayangkan Meiliana ditolak. Persidangan kemudian akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.

"Menyatakan keberatan, eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Wahyu dalam persidangan di PN Medan, Selasa (17/7/2108).

Majelis Hakim menyebut, PN Medan berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinyatakan sah sebagai dasar pemeriksaan.

"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara pidana, atas nama terdakwa Meiliana," ucap Wahyu.

Setelah eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa ditolak, perkara tersebut langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. JPU menghadirkan tujuh orang saksi.

Perkara yang menjerat Meiliana mulai diadili sekitar dua tahun pasca-kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai. Meiliana didakwa menodai agama Islam hingga kemudian memicu kerusuhan.

Dalam dakwaan JPU Anggia Y Kesuma, Meiliana dinilai telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 156 dan Pasal 156A KUHP. Ia diduga dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sidang perdana perkara ini digelar pada Selasa, 26 Juni 2018. Dalam dakwaan JPU, perkara bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, pada 22 Juli 2016.

 

 


Awal Mula Kasus

Ilustrasi Masjid (Istimewa)

Saat itu dia berkata kepada tetangganya, "Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu kak, sakit kupingku, ribut," ucapnya sambil menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.

Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum pada 29 Juli 2016 sekitar pukul 19.00 WIB. Kemudian, pengurus masjid mendatangi kediaman Meiliana dan mempertanyakan permintaannya.

"Ya lah, kecilkan lah suara masjid itu ya, bising telinga saya. Pekak mendengar itu," jawab Meiliana.

Sempat terjadi adu argumen saat itu. Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat Isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf. Namun, kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga hingga masyarakat menjadi ramai.

Selanjutnya sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat. Pada pukul 23.00 WIB, warga semakin ramai dan berteriak. Warga juga melempari rumah Meiliana.

Kejadian tersebut pun meluas. Massa yang marah mengamuk dan membakar, serta merusak sejumlah vihara dan kelenteng, serta sejumlah kendaraan di Kota Tanjung Balai. Peristiwa itu kemudian masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke polisi.

Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana. Dalam kasus itu, penyidik menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Sekitar dua tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan sejak 30 Mei 2018.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya