Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengevaluasi investasi proyek hilirnya dengan memangkas sebesar 20 persen menjadi USD 4 miliar, dari sebelumnya USD 5,6 miliar. hal ini disebabkan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan harga minyak dunia.
"Banyak sih. Pokoknya 20 persenanlah turun. Jadi sekitar USD 3,9 miliar sampai USD 4 miliar," kata Sekretaris Perusahaan Pertamina Syahrial di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Baca Juga
Advertisement
Syahrial menegaskan, pemangkasan anggaran tersebut bukan karena Pertamina tidak memiliki uang, tetapi terpengaruh harga minyak dunia dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.
"Bukan karena enggak ada duit lho. Karena perubahan makro seperti harga minyak dan kurs," tuturnya.
Syahrial mengungkapkan, pemangkasan anggaran berdampak perubahan jadwal penyelesaian pembangunan infrastruktur hilir, seperti tangki penyimpanan. Sedangkan untuk sisi hulu tidak berubah karena untuk mempertahankan produksi minyak dan gas bumi.
"Karena hilir juga persiapannya proyeknya banyak yang belum siap. Hulu kita nggak kurangin. Karena kan harus mempertahankan produksi," tandasnya.
Subsidi bengkak
Pertamina mengungkapkan penyebebab membengkaknya subsidi BBM pada tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, subsidi energi akan bertambah sebesar Rp 69 triliun.
Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, subsidi BBM dialokasikan untuk Solar. Peningkatan subsidi tersebut akibat kenaikan harga Solar di pasar yang terpengaruh kenaikan harga minyak dunia.
"jadi naiknya cuma nilai (akibat kenaikan harga minyak dunia). Untuk Solar," kata Nicke, di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Menurut Nicke, membengkaknya subsidi Solar bukan akibat penambahan volume kuota Solar subsidi. Pasalnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebagai regulator yang mengatur alokasi kuota BBM bersubsidi belum memutuskan penambahan kuota.
"Volume itu kan ditetapkan oleh BPH Migas kuotanya," tutur Nicke.
Pertamina belum ada niat untuk menambah kuota Solar bersubsidi sebab konsumsi BBM tersebut belum menunjukkan kenaikan dan masih sama dengan realisasi konsumsi tahun lalu.
"Berdasarkan kebutuhan masyarakat. Bagi kita kalau memang kebutuhannya naik tidak masalah naik. Kan angkanya memang hampir sama dari realisasi sampai Juni dan proyeksi ke akhir tahun itu hampir sama dengan kuota yang diberikan oleh BPH," tandasnya.
Advertisement