Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) mendapat lampu hijau dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk melepas aset blok minyak dan gas (migas) yang dikelolanya dan mencari mitra pembangunan fasilitas pengolahan minyak (kilang).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siwanto mengatakan, Pertamina dihalalkan melepas sebagian hak kelola blok migas, karena akan menyehatkan keuangan perusahaan.
Baca Juga
Advertisement
"Semuanya boleh share down. Makaham sudah dari dulu, kan akan menyehatkan keuangan Pertamina," kata Djoko, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Menurut Djoko, pengelolaan blok migas membutuhkan investasi besar, jika Pertamina harus menggarap sendiri maka akan membuat investasi pada sisi bisnis lain akan terganggu. Sebab itu perusahaan tersebut dihalalkan untuk melepas sebagian porsi pengelolaan blok migas.
"Sekaran gini. Pertamina mau ngebor, mau maintain production perlu investasi, kalau dari dalam sendiri, uangnya tergerus dong kalau buat impor Premium, impor elpiji, impor minyak kan tapi kalau mendatangkan investasi dari luar kan enak kan. Dapet uang kan perlu investasi, iya dong kan perusahaannya tambah bagus duit banyak," papar Djoko.
Selain melepas aset, Pertamina juga dihalalkan untuk mencari mitra dalam menggarap kilang, hal ini bertujuan untuk meringankan beban perusahaan dalam berinvestasi membangun kilang.
"Itu kan boleh cari partner juga cari partner aja yang banyak. Ya boleh," tandasnya.
Kementerian BUMN Tegaskan Tak Ada Penjualan Aset Pertamina
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan, tidak ada penjualan aset PT Pertamina (Persero), meski sudah ada surat untuk direksi Pertamina terkait pelepasan aset.
Staf Khusus Kementerian BUMN Wianda Pusponegoro mengatakan, setelah surat diterbitkan sampai saat ini tidak ada aset Pertamina yang dijual, untuk menyehatkan keuangan perusahaan.
"Tidak ada penjualan aset Pertamina," kata Wianda, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Wianda menuturkan, dalam surat yang ditandatangani Menteri BUMN Rini Soemarno tersebut menginstruksikan, sebelum ada keputusan aksi korporasi untuk menyehatkan keuangan, perusahaan harus dilakukan kajian dan melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Baca Juga
"Meminta Pertamina bila diperlukan melakukan pengkajian bersama dengan Dewan Komisaris, untuk mengusulkan opsi opsi terbaik yang nantinya akan diajukan melalui mekanisme RUPS sesuai ketentuan yang berlaku," tutur dia.
Dikutip dari surat yang dibubuhi tandatangan Rini Soemarno yang ditujukan ke Direksi Pertamina, Kamis 18 Juli 2018. Surat tersebut merupakan balasan dari surat yang dilayangkan Direksi Pertamina Nomor 253/C00000/2018-S4 pada 6 Juni 2018, dengan prihal permohonan ijin perinsip aksi korporasi, untuk mempertahankan kondisi kesehatan keuangan Pertamina dan Direksi PT Pertamina (Persero) nomor 239/000000/2018-S4 pada 28 Mei 2018, dengan perihal Kondisi Keuangan Pertamina per April 2018.
Dalam surat tersebut Rini menyetujuai secara prinsip rencana direksi untuk melakukan tindakan-tindakan, dalam rangka mempertahankan dan menyelamatkan kesehatan keuangan Perseroan.
Tindakan tersebut adalah mengizinkan pelepasan aset hulu Pertamina, dengan tetap menjaga pengendalian Pertamina untuk aset-aset strategis dan mencari mitra kerdibel dan diupayakan memperoleh nilai strategis, seperti akses hulu di negara lain.
Mempercepat peremajaan kilang Cilacap dan Balikpapan, Rini mengizinkan Pertamina melakukan Spin-Off Unit Bisnis RU IV Cilacap dan Unit Bisnis RU V Balikpapan ke anak perusahaan dan potensi farm-in mitra di anak perusahaan tersebut yang sejalan dengan rencana Refinery Development Master Plan (RDMP).
Rini juga mengizinkan, investasi tambahan dalam rangak memperluas jaringan untuk menjual BBM unum dengan harga keekonomian, seperti Pertashop.
Meski begitu, dia meminta peninjauan ulang kebijakan perusahaan yang dapat berdampak keuangan secara signifikan, dengan tidak mengurangi esensi dan tujuan awal.
Rini meminta direksi secara simultan menyiapkan kajian komprehensif atas tindakan-tindakan korporasi dimaksud. Dalam pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut, Direksi dan Dewan Komisaris agar meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Advertisement