Menunggu Pengumuman Bunga BI, Rupiah Melemah Tipis

Sepanjang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.415 per dolar AS hingga 14.425 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 19 Jul 2018, 12:59 WIB
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Kamis pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Kamis (19/7/2018), rupiah dibika di angka 14.415 per dolar AS, tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.414 per dolar AS. Pada siang ini, rupiah melemah ke 14.425 per dolar AS.

Sepanjang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.415 per dolar AS hingga 14.425 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,40 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) rupiah dipatokn di angka 14.418 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.406 per dolar AS.

"Pertahanan rupiah di teritori positif tampaknya tidak mampu bertahan lebih lama seiring mulai adanya sentimen negatif dari menguatnya laju USD," kata analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada dikutip dari Antara.

Sentimen tersebut, ia melanjutkan, dikhawatirkan dapat membuka peluang pelemahan lebih lanjut rupiah dengan belum adanya sentimen yang signifikan menopang rupiah bertahan di zona hijau.

"RDG Bank Indonesia yang sementara ini diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunganya diharapkan dapat menahan pelemahan rupiah lebih lanjut," ujar Reza.

Dolar AS masih bergerak positif seiring optimisme yang disampaikan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell.

Dalam pidatonya, Powell menyatakan keyakinannya ekonomi Amerika Serikat akan tumbuh stabil dan risiko imbas perang dagang cenderung mengecil. Kondisi itu membuat rupiah cenderung tertekan dan kembali melemah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Rupiah Masih Punya Potensi Menguat

Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa rupiah masih memiliki peluang untuk menguat hingga akhir tahun ini. Hal tersebut akan didorong oleh keyakinan investor terhadap kestabilan nilai tukar.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan ketika terjadi ketidakstabilan nilai tukar rupiah pada periode April-Juni, investor menahan investasinya. Namun saat ini, investor kembali menanamkan modalnya yang menandakan kepercayaan terhadap rupiah yang mulai stabil.

"Kan sudah kelihatan karena pada waktu periode goyang, investor berusaha menghindari untuk investasi. Kalau kita lihat sekarang sudah mulai inflows, berarti dia comfortable dengan yield surat utangnya, dengan melihat nilai rupiahnya, dan dia lihat kalau dia masuk di level sekarang berarti dia ada ekspektasi ke depan rupiah akan stabil atau bisa lebih kuat," ujar dia pada 17 Juli 2018. 

Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan nilai tukar berada di kisaran 14.200 per dolar AS hingga akhir tahun, namun menurut Mirza yang terpenting adalah kestabilan rupiah bisa terus terjaga. Hal ini yang sebenarnya dibutuhkan oleh para pelaku usaha sebagai penggerak roda ekonomi di dalam negeri.

"Yang pentingkan kurs stabil, kalau stabil sektor riil bisa membuat budget, membuat anggaran. Karena ini periode-periode sektor dunia usaha mulai bikin budget untuk 2019, sama dengan pemerintah. Kalau kurs stabil orang bisa bikin budget, meneruskan ekspansi," kata dia.

Sementara terkait potensi BI untuk kembali menaikkan suku bunga di tengah rupiah yang mulai stabil, Mirza menyatakan hal tersebut akan mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti kenaikan suku bunga AS.

‎"Kita lihat bagaimana kebijakan AS, data-data AS, pasar keuangan AS, kebijakan negara-negara tetangga," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya