Liputan6.com, Yogyakarta - Lendir lele ternyata berguna untuk mengobati mulut kering pasien yang menjalani terapi kanker nasofaring. Terobosan ini lahir dari sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang memanfaatkan sejumlah senyawa dari lendir lele lokal sebagai agen antimikroba untuk melawan jamur dan bakteri.
Lendir lele mengandung claricin, hepcidin, dan beberapa protease pendukung sebagai agen antimikroba pertahanan primer melawan bakteri dan jamur. Oleh karena itu, sekalipun hidup di perairan keruh dan berlumpur, hewan ini mampu mempertahankan diri dari infeksi bakteri maupun jamur.
"Tercetus ide untuk memanfaatkannya menjadi obat untuk pasien pascaterapi kanker nasofaring yang kerap mengalami efek samping kerusakan mukosa oral berupa penurunan prosuksi air liur," ucap Deaoxi Renaschantika Djatumurti, anggota tim, beberapa waktu lalu.
Penemuan ini dikembangkannya bersama dengan dua teman, Zipora Silka Yoretina dan Roissatun Nasikah di bawah bimbingan Hendri Susanto.
Baca Juga
Advertisement
Penurunan produksi air liur menyebabkan pasien mengalami nyeri telan dan merasakan sensasi terbakar. Bahkan, meningkatkan risiko infeksi jamur Candida albicans dalam rongga mulut, sehingga rawan terjadi kanadiasis.
Sebenarnya, kondisi ini bisa ditangani dengan pemberian saliva buatan, akan tetapi produk komersial saliva buatan yang beredar di luar negeri masih menggunakan bahan mucin lambung babi.
"Kurang cocok di Indonesia yang mayoritas muslim, jadi kami memformulasikan saliva buatan dengan bahan yang diterima masyarakat," ucapnya.
Pertimbangan lain menggunakan lendiri lele karena kekentalannya menyerupai air liur manusia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Hasil Uji Coba
Hasil uji menunjukkan saliva buatan dari lendir lele mampu menghambat pertumbuhan candida lebih baik ketimbang obat yang ada di pasaran. Diameter zona hambat 20μL saliva buatan 17 persen mencapai 13 milimeter, sementara nystatin hanya 10,69 dengan volume yang sama dengan metode disk-diffusion.
Selain itu, tegangan permukaan yang terbentuk juga menunjukan nilai sudut kontak saliva buatan dengan glass slide mendekati sudut kontak saliva alami yang diuji dengan cara serupa.
Meskipun demikian, pH larutan terbilang rendah berkisar 3,67. Sedangkan pH saliva alami manusia normal sekitar 6,39.
Mereka mengatasi hal itu dengan menambahkan esens atau senyawa aromatik pendukung. Saat ini, penelitian masih dalam tahap pra klinis secara in vitro dan berencana untuk mengembangkan pengujian in vivo dan uji klinis.
Lendir lele diharapkan menjadi pionir untuk obat perawatan mulut kering dengan bahan alam dari Indonesia.
Advertisement