Standar Garis Kemiskinan RI Sudah Sesuai Bank Dunia, Begini Penjelasannya

Pencapaian terbaru pemerintah soal kemiskinan diserang komentar miring. Salah satu argumen menyebut angka standar pemerintah di bawah standar Bank Dunia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Jul 2018, 19:51 WIB
Pemandangan rumah kumuh berlatar gedung bertingkat terlihat di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (2/2). Menurut Wagub DKI Jakarta, Sandiaga Uno target tersebut akan tercapai selama ada koordinasi yang baik antara instansi. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar pencapaian terbaru dari pemerintah soal kemiskinan diserang komentar miring. Salah satu argumen menyebut angka standar pemerintah di bawah standar Bank Dunia, sehingga angka kemiskinan seakan lebih kecil.

Dasar argumen tersebut adalah mengingat standar garis kemiskinan Bank Dunia ada di kisaran USD 1,9 atau sekitar Rp 27 ribu dalam kurs saat ini (1 dolar = Rp 14.515). Artinya, orang disebut Bank Dunia miskin bila pengeluarannya USD 1,9 per hari.

Tetapi, standar RI adalah Rp 401 ribu per bulan untuk per kepala, sehingga bila dibagi 30 hari artinya sekitar Rp 13 ribu per hari, dan itu di bawah standar Bank Dunia.

Pemahaman tersebut ternyata keliru menurut uraian Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro.

"Kadang-kadang suka ada yang bertanya, yang mungkin tidak suka melihat ada yang baik di negeri ini, bahwa kita bikin standar kemiskinan mau-maunya sendiri," kata Bambang saat diskusi media pada Kamis (19/7/2018) di Jakarta.

"Yang pasti saya ingin yakinkan bahwa kita sudah memakai standar internasional, standar yang digunakan bank dunia untuk seluruh negara dunia," jelasnya.

Dia menjelaskan, perhitungan berdasarkan nilai tukar mata uang tidaklah tepat, karena acuan dolar Bank Dunia dikonversi ke dalam Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli. Untuk diketahui, satu dolar setara dengan Rp 5.341 dalam PPP.

"Yang sekarang kita pakai Rp 401 ribu. Kita sudah setara 2,5 dolar PPP/hari. Sehingga, garis kemiskinan kita 2018 sudah setara dengan garis kemiskinan internasional," jelasnya.

Ia pun menyayangkan kalangan yang tidak memahami perhitungan dengan PPP, kemudian protes soal standar Bank Dunia. "PPP ini penting, karena mungkin orang yang tidak tahu langsung mengalihkan dengan kurs, kenapa angkanya beda? Kok gak sama? Itu karena yang kita pakai PPP. Itu menunjukan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa dengan jumlah yang sama dengan harga satu dolar," ucapnya.


Mengenai PPP

Kondisi pemukiman kumuh yang bersebelahan dengan aliran sungai di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (2/2). Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno yakin target tersebut akan tercapai. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Menteri Bambang menjelaskan lebih lanjut soal PPP agar tidak ada pihak yang salah menilai standar kemiskinan Bank Dunia dikonversi dengan kurs mata uang biasa.

"Gampangnya, ada uang satu dolar, kalau dibawa ke Indonesia dapatnya apa, kalau dibawa ke Amerika dapatnya apa, kalau dipakai di Afrika dapatnya apa. Berarti tergantung tingkat harga di masing-masing negara," ujarnya.

Dijelaskan, di Indonesia uang satu dolar secara relatif bisa membeli lebih banyak ketimbang di Amerika, sebab itu bagian dari struktur harga. "Dengan uang satu dolar kita bisa beli lebih banyak daripada satu dolar di Amerika. Itu patokan kita, sehingga garis kemiskinan  di Maret 2018 itu setara Rp 401 ribu, setara USD 2,5 PPP per hari. Itu naik dibanding Maret 2017," jelas Bambang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya