Mengenal Potensi Bahaya Baterai Lithium-ion pada Motor Listrik

Baterai Lithium-ion bersifat meledak jika mengalami panas. Baiknya, jika ingin membuat sepeda motor listrik, gunakan baterai Li-polymer atau Lithium Iron Phosphate (LiFePO4)

oleh Yurike Budiman diperbarui 20 Jul 2018, 19:03 WIB
Baterai listrik custom buatan Mosell (istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kendaraan listrik baik konsep ataupun yang sudah mengaspal tentu membutuhkan sebuah baterai sebagai penyimpan daya yang akhirnya didistribusikan ke motor listrik.

Tentu tak asing dengan baterai lithium, dimana baterai tersebut lebih banyak digunakan pada kendaraan listrik, baik yang diproduksi massal dari pabrikan, atau pun sepeda motor yang dirakit sendiri oleh anak bangsa. Tapi tahukah Anda bahwa baterai lithium ada beberapa jenis? 

Priyo Agung Widodo, founder Mosell, perakit sepeda motor listrik dan juga kustom baterai listrik, mengatakan bahwa ada tiga jenis lithium, yaitu baterai Lithium-ion, Lithium Polymer (Li-Polymer), dan Lithium Iron Phosphate (LiFePO4).

"Bahayanya pakai Lithium-ion, sifatnya meledak. Kalau dia panas, menguap, bisa meledak. Sedangkan saya gunakan Li-Polymer dan LiFePO4, lebih bagus dari ion," kata Agung, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (19/7/2018).

Agung mengakui saat awal-awal ia mendirikan Mosell empat tahun lalu, ia sempat membuat sepeda motor listrik menggunakan baterai SLA.

"Saya dulu punya rangka motor bekas Shogun, saya modif dengan pasang BLDC (dinamo) ke penggerak roda belakang, saya masih pakai SLA, baru dapat 40 km/jam, 350 watt. Baterai SLA yang dipakai dulu itu berat sekali seperti baterai aki mobil," jelas Agung.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Selanjutnya

motor listrik custom buatan Mosell (istimewa)

Setelah itu, ia memodifikasi baterainya agar tidak menggunakan SLA dan juga lithium-ion, namun dengan dua jenis lithium lainnya.

"Saya bisa mengkompres 1/8 dari berat SLA, dan umurnya 3x lipat. Powernya 1,5 kali lipat. Saya pakai li-polymer memang lebih ringan dari lithium-ion. Kalau LiFePO4 umurnya bisa 2x lipat dari lithium-ion," kata dia.

Ia tak menampik bahwa pemakaian baterai lithium lebih menguntungkan dibandingkan SLA, dikarenakan adanya BMS (Battery Management System), atau sistem yang berfungsi mengatur sebuah baterai.

"Kalau tidak ada BMS atau BMS nya tidak berfungsi kan saat overcharge, itu yang berbahaya. Kalau baterai saya lebih ringan, teknologi lebih baru, umur lebih panjang. Dulu satu baterai standar 48 volt 10 Ah, dijual Rp3,5 juta dari Cina impor itu empat tahun lalu. Sekarang saya rakit sendiri saya jual Rp1,7 juta, lebih murah," kata dia.

Menurutnya, keamanan kendaraan listrik bukan hanya tergantung pada baterai tapi juga harus adanya saklar semacam auto switch off bila kendaraan sudah tak dipakai lagi. Ini yang akan meminimalisir percikan api.

"Begitu off aliran langsung terputus antara sistem kendaraan listrik dengan baterai itu sendiri. Karena sangat rentan kalau tidak ada saklar, bisa merusak baterai, bisa korsleting juga," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya