21-7-365: 'Hari Horor' Gempa dan Tsunami di Mediterania, Berpotensi Terulang?

Gempa dahsyat terjadi di wilayah Mediterania. Episentrum gempa berada dekat Kreta barat, Yunani, di sepanjang Busur Hellenic.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 21 Jul 2018, 06:00 WIB
Ilustrasi bom tsunami (Gizmodo)

Liputan6.com, Alexandria - Sejarawan Romawi, Ammianus Marcellinus sedang berada di Alexandria, Mesir, ketika ia menyaksikan sebuah peristiwa luar biasa: gempa dahsyat yang mengguncang Bumi pada 21 Juli 365.

Episentrum gempa berada dekat Kreta barat, Yunani, di sepanjang busur Hellenic di mana lempeng tektonik Afrika mendorong pelat Aegea. Kekuatan guncangannya kala itu diperkirakan lebih dari 8,3 skala Richter.

"Sesaat setelah fajar...Bumi yang kukuh tiba-tiba berguncang dan bergetar. Lautan surut, ombak bergulung ke belakang, kemudian hilang," tulis Ammianus Marcellinus, seperti dikutip dari www.todayifoundout.com, Jumat (20/7/2018).

Dasar laut terkuak, makhluk-makhluk di dalamnya menggelepar. Kapal-kapal pun kandas.

Orang-orang berlarian menuju laut, memungut ikan-ikan dengan tangan. Tiba-tiba, lautan bergemuruh, gelombang raksasa melesat datang, kemudian menerjang daratan, menghancurkan bangunan dan apapun yang dilewatinya.

Tsunami juga menewaskan ribuan orang. "Kapal-kapal besar bertengger di atap rumah, terseret ribuan kilometer dari pantai," tambah sang sejarawan.

Gempa juga melanda Peloponnesus, Kepulauan Yunani, Sisilia, Siprus, Libya, Palestina, dan Mesir. Tak hanya mengubah topografi Mediterania, bencana tersebut juga mengubah jalan sejarah.

Ammianus Marcellinus kala itu mendeskripsikan bahwa gempa dan tsunami sebagai "penghancuran seluruh dunia".

Penggambaran itu mungkin berlebihan, karena tak semua lokasi di Bumi terdampak karenanya.

Namun, skenario gempa dan tsunami tersebut mirip dengan Tsunami Aceh 2004 dan bencana yang melanda Jepang pada 2011 lalu.

Kehancuran di wilayah itu sangat nyata. Dan, malapetaka terjadi pada titik sangat kritis, di masa suram Kekaisaran Romawi yang diwarnai peperangan dan konflik politik.

Gempa dan tsunami menjadi salah satu faktor kunci yang dianggap mempercepat pemisahan Kekaisaran Romawi Timur dan Barat.

Bahkan, kejadian tsunami masih diperingati setiap tahunnya hingga akhir Abad ke-6 di Alexandria sebagai "hari horor".

 

Saksikan video terkait gempa berikut ini:


Bencana Berpotensi Terulang

Horor itu berpotensi berulang. Seperti dikutip dari National Geographic, para ilmuwan telah menemukan patahan, di lepas pantai Pulau Kreta, Yunani, yang mungkin tergelincir dan memicu gempa serta tsunami pada tahun 365. 

Beth Shaw dan rekan-rekannya di Universitas Cambridge melakukan penanggalan karbon pada bagian karang di pantai Kreta yang terangkat dari air selama gempa. 

Distribusi karang dan usia yang identik mengungkapkan bahwa sebuah gempa raksasa mengangkat karang itu setinggi 10 meter dalam satu dorongan besar. 

Menurut Shaw, seperti dikutip dari situs New Scientist, satu-satunya kekuatan yang bisa melakukannya adalah gempa di Hellenic Trench, dekat Kreta.

Tim ilmuwan kemudian membangun model komputer, yang mengindikasikan, lindu tersebut akan menciptakan gelombang 2 meter di perairan terbuka -- ketinggian yang sama dengan yang dihasilkan oleh gempa Sumatera pada tahun 2004.

Jika itu terjadi, gelombang akan berjalan ke pantai Afrika sebelum kian kuat dan menerjang daratan yang lebih rendah, seperti kawasan pantai di Mesir.

Shaw mengatakan, pergeseran lebih lanjut di patahan pemicu tsunami tahun 365 mungkin terjadi setiap 5.000 tahun sekali. Namun, segmen lain dari patahan itu bisa tergelincir pada skala yang sama -- yang waktunya lebih pendek yakni setiap 800 tahun.

Tak hanya gempa di Pulau Kreta yang terjadi pada tanggal 21 Juli. Pada 1831, Leopold I dilantik sebagai raja pertama Belgia.

Sementara, pada 21 Juli 1947, Belanda melancarkan Agresi Militer I di Indonesia yang belum 2 tahun merdeka. Saat itu diputuskan untuk menempuh jalur militer tersebut, dengan dalih penafsiran Perjanjian Linggarjati, bahwa Indonesia merupakan Negara Federal yang masih di bawah kekuasaan dari Negeri Kincir Angin tersebut.

Pada 21 Juli 1969 salah satu khalayan terbesar di dunia yang dulu sama sekali tidak pernah pernah terbayangkan, akhirnya terwujud.

Mimpi besar itu diwujudkan dua orang astronot asal Amerika Serikat (AS), Neil Armstrong dan Edwin 'Buzz' Aldrin.

"Satu langkah kecil bagi manusia, satu lompatan raksasa bagi umat manusia," sebut Armstrong saat pertama kali menginjakkan kaki di Bulan, seperti dikutip dari BBC History.

Armstrong dan Aldrin berangkat menggapai mimpi dengan menumpang pesawat ulang-alik legendaris Apollo 11.

 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya