Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta) karena pelemahan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, pendorong lain kenaikan harga minyak karena ekspektasi lebih rendahnya ekspor minyak dari Arab Saudi.
Kedua sentimen tersebut mampu mengimbangi kekhawatiran mengenai ketegangan perang dagang antara AS dengan China dan juga kenaikan pasokan minyak mentah di beberapa negara.
Mengutip Reuters, Sabtu (21/7/2018), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus berakhir naik USD 1 menjadi USD 70,46 per barel. Sementara untuk kontrak September naik 2 sen menjadi USD 68,26 per barel.
Baca Juga
Advertisement
Jika dihitung secara mingguan, harga minyak mentah AS ini mengalami penurunan hampir 1 persen.
Sedangkan untuk harga minyak mentah Brent ditutup naik 49 sen menjadi USD 73,07 per barel. Harga minyak Brent turun 3,1 persen dalam seminggu.
Harga minyak mentah AS menguat di akhir sesi karena indeks dolar AS merosot ke posisi terendah dalam empat hari. Pelemahan dolar AS tersebut dipicu adanya laporan bahwa Presiden AS Donald Trump khawatir bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku dua kali di paruh kedua tahun ini.
"Dolar menjadi tiket dalam beberapa minggu terakhir dan pada dasarnya memberi keuntungan kepada harga minyak," kata Phil Flynn, analis dari Price Futures Group.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penurunan Produksi
Jumlah sumur pengeboran di AS mengalmi penurunan pada pekan lalu. Berdasarkan laporan dari Baker Hughes terdapat lima sumur bor yang tidak beroperasi pada pekan ini dan merupakan jumlah terbanyak sejak Maret. Akibatnya, jumlah pertumbuhan produksi juga melambat selama sebulan terakhir.
Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan harga minyak mentah baru-baru ini.
Harga minyak juga mendapat dorongan setelah produsen minyak terbesar OPEC, Arab Saudi, mengatakan akan menurunkan ekspor bulan depan.
Advertisement