Liputan6.com, Garut Dana operasional pendidikan pemerintah melalui Kartu Indonesia Pintar atau KIP di Garut, Jawa Barat, banyak dikeluhkan orangtua siswa penerima bantuan.
Mereka meradang, sebab bantuan pendidikan yang seharusnya diterima buah hatinya, justru menghilang tak berbekas tanpa alasan.
"Saya kartu KIP-nya dapat, tapi sampai anak saya sekarang kelas tiga (SMP) mau lulus belum pernah menerima (bantuan)," ujar Is, salah seorang orangtua penerima bantuan KIP, Kecamatan Karangpawitan, Garut, beberapa waktu lalu.
Anaknya yang sekolah di salah satu sekolah menengah pertama negeri di kecamatan Karangpawitan itu, hanya bisa meratapi kartu KIP yang diterima anaknya itu sejak kelas satu dua tahun lalu. "Saya sudah beberapa kali ke sekolah tapi tidak ada penjelasan," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Kondisi yang hampir sama dialami Na, salah satu penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Godog, Karangpawitan. Dia mengaku anaknya yang bersekolah di SD Godog 4, hanya menerima dana bantuan KIP dengan jumlah yang jauh dari ketentuan. "Katanya dibagi rata sama yang tidak menerima lainnya," ujar dia.
Namun, nasib dia sedikit lebih baik, meskipun tidak sesuai dengan nominal bantuan yang ditetapkan, ia masih menerima bantuan KIP itu, dalam bentuk perlengkapan sekolah seperti seragam baju sekolah.
"Saya sendiri tidak tahu alasannya bagaimana, pokoknya yang terakhir hanya menerima seragam itu," ungkap dia.
Seperti diketahui, KIP didistribusikan kepada siswa kurang mampu dengan besaran yang disesuaikan. Penerima manfaat siswa Sekolah Dasar (SD) sebesar Rp 450 ribu/tahun, siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar Rp 750 ribu/tahun, dan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar Rp 1 juta/tahun.
Bantuan ini menjangkau usia anak usia sekolah mulai 6-21 tahun untuk keluarga miskin dan rentan miskin. Program KIP sendiri merupakan penyempurnaan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Sedangkan, pola bantuannya diberikan melalui kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Laporkan!
Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Garut, Totong mengatakan, dalam praktiknya seluruh penerima manfaat KIP wajib menerima dana bantuan tanpa ada potongan atau pengalihan apa pun.
"Juga tidak boleh dibagi rata, sanksinya tegas kalau ada (oknum) laporkan saja," ujarnya.
Ia menyatakan, seluruh tahapan bantuan pendidikan yang diberikan pemetintah pusat bagi siswa SD hingga SMA itu, mesti diberikan sesuai peruntukkan dengan jumlah yang telah ditentukan.
Dengan kondisi itu, pihak sekolah tidak berhak memotong, membagi rata termasuk mengalihkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan lain. "Berikan saja uangnya kan sudah ada datanya," pinta dia.
Namun, meskipun demikian, ia mengakui pelaksanaan di lapangan masih ditemukan adanya penyimpangan, penetapan data siswa penerima yang masih dientri pemerintah pusat, diduga menjadi salah satu penyebab penyelewengan di lapangan.
"Kadang ada yang salah nama, alamatnya beda, atau siswanya sudah meninggal kan pusat tidak tahu itu," kata dia.
Di tengah masih ditemukannya penyelewengan dana bantuan KIP, lembaganya berharap pelaksanaan entri data siswa penerima bantuan, diharapkan kembali dilakukan pemerintah daerah.
"Bantuannya tetap ada, namun kami yang atur soal datanya," ujar dia.
Dengan pola seperti itu, ia optimis kekeliruan data di lapangan bisa diantisipasi lebih cepat tanpa menunggu perubahan dari pemerintah pusat. "Alhamdulillah tahun ini pengelolaan KIP Garut terbaik nasional," ungkap dia.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement