Konvensi Ilmiah Internasional: Indonesia Panen Surplus Demografis Pemuda Indonesia

Para pembicara utama menekankan bahwa Indonesia akan memanen surplus demografis generasi muda berpendidikan tinggi, yang akan meningkatkan produktifitas dan kreatifitas di Tanah Air.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2018, 07:31 WIB
Stupa-stupa Budha terlihat di candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia 10 Mei 2016. Menurut Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo untuk mengajukan arsip sebagai Memory of the World tidak bisa tunggal. (AFP Photo/Goh Chai Hin)

Liputan6.com, London - Konvensi Ilmiah Internasional Mahasiswa Indonesia ke-18 (ISIC 2018) bertemakan, "Mengintegrasikan dan Memberdayakan Generasi Muda melalui Kesatuan dalam Keberagaman untuk Pembangunan Masa Depan Indonesia" telah berlangsung di University of Coventry.

Acara pembukaan digelar di Albany Theatre, University of Coventry pada Sabtu (21/7/2018) oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Inggris dan Republik Irlandia, Rizal Sukma, demikian rilis yang diterima oleh Liputan6.com.

Disaksikan oleh Unggul Priyanto, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Menristek RI, Ketua ISIC 2018 Gabriella Alodia, Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia di Inggris Eric Daniel Tenda dan perwakilan tuan rumah dari Universitas Coventry David Pilsbury.

Pemilihan Presiden Jokowi pada tahun 2014 dan perjuangannya untuk "Sembilan Prioritas Agenda Nasional" mencakup empat aspek penting, yakni pengembangan ekonomi dan peningkatan produktivitas, pengentasan kemiskinan dan kebijakan afirmatif, penindasan ketidaksetaraan di berbagai daerah dan stabilitas politik dan keamanan, keadilan dan kepastian hukum, serta promosi budaya.

Para pembicara utama menekankan bahwa Indonesia akan memanen surplus demografis generasi muda berpendidikan tinggi, yang akan meningkatkan produktifitas dan kreatifitas di Tanah Air.

Semenjak perkumpulan pemuda Indonesia kedua yang berkumpul dua puluh tahun sebelum Kemerdekaan menyatakan: "Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa," sekarang ini jumlah orang Indonesia yang berpergian untuk belajar ke luar negeri serta mengasimilasi cara berpikir yang berbeda sehingga dapat memahami pemikiran independen dan mandiri di bukan negrinya sudah bukan main banyaknya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Acara Tahunan

Stupa-stupa Budha terlihat di candi Borobudur di Magelang, di provinsi Jawa Tengah, Indonesia 10 Mei 2016. Sidang penetapan status Memory of the World akan dilakukan di Prancis pada akhir Oktober atau awal November 2017. (AFP Photo/Goh Chai Hin)

Empat panelis kunci mengawali konvensi ilmiah ini, termasuk Unggul Priyanto, Rizal Sukma, Wimboh Santoso, Ahmad Yuniarto. Moderator adalah salah seorang pakar pemberitaan di Indonesia, Desi Anwar - sekarang berprofesi sebagai senior anchor dan direktur sebuah media di Indonesia.

E. Aminudin Aziz, Atase Pendidikan dan Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di London mengakui pentingnya acara ini pada buku panduan konvensi dalam catatan selamat datangnya.

"ISIC berfungsi sebagai forum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan luasnya peluang yang akan dibangun sementara belajar di luar negeri," ujarnya.

"Sangat bersyukur bisa melihat kerja Kepengurusan ISIC ke-18 dari PPI-UK, yang adalah satu dari yang paling aktif di dunia." "Kami menerima dukungan signifikan dari Kedutaan Besar Indonesia di London," kata Eric Daniel Tenda

"Kerjasama erat ini juga membantu diplomasi Indonesia di Inggris, bahkan rencana kerja kami berupa 47 kegiatan prioritas untuk tahun ini telah disetujui berdasarkan diskusi dan dukungan dari Pemerintah Indonesia, melalui Kedutaan Besar Indonesia di London."

Setelah satu tahun persiapan, acara ISIC ke-18 digelar, sebuah pentas ilmiah tertinggi yang diselenggarakan setiap tahunnya oleh para pengurus PPI-UK terpilih selama ini, kali ini dalam menyatukan lebih dari 300 pemuda-pemudi cerdas Indonesia -- mahasiswa yang sedang belajar di tingkat sarjana, pascasarjana dan doktoral.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya