Liputan6.com, Jakarta - Partai Perindo menggugat masa jabatan presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu mempersoalkan Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden selama dua periode.
Latar belakang gugatan lantaran Perindo mendukung Jokowi-Jusuf Kalla (JK) bisa kembali maju di Pilpres 2019.
Advertisement
Terkait guguatan itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar menjelaskan UUD dan UU salah satu tujuannya dibuat untuk menghindari otoritarianisme.
"Salah satu tujuan utamanya, sesungguhnya adalah menghindari otoritarianisme akibat kekuasaan yang dipegang terlalu lama. Apalagi, penyakit dalam sistem Presidensial memang adalah godaan menuju ke otoriter," kata Zainal, Sabtu, 21 Juli 2018.
Direktur Pukat UGM ini mengatakan trauma masa kepemimpinan Soeharto yang otoriter melahirkan Tap MPR XIII Tahun 1998. Ketetapan tersebut memuat masa jabatan presiden dan wakil presiden, persis dan serupa dengan bunyi Pasal 7 UUD 1945.
Pasal tersebut berisi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".
"Dalam kondisi Indonesia, trauma yang terjadi di zaman Presiden Soeharto memicu kita untuk segera membuat Tap MPR XIII Tahun 1998 yang berisi tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden," kata Zainal.
Dia menambahkan pasal itu harus dilihat dari maksud utama dari pembentuk UUD. Dia mencontohkan dua orang bisa melanggengkan kekuasaannya secara bergantian menjadi presiden dan wakil presiden. Hal tersebut bisa terjadi jika tidak ada pembatasan masa jabatan sebanyak dua kali.
"Jika membiarkan logika seperti ini terjadi maka dapat dipastikan bahwa pelanggengan kekuasaan sangat mungkin terjadi. Mereka berdualah yang akan menguasai jabatan Presiden dan Wakil Presiden dan itu tak boleh terjadi sehingga dibatasi dua kali baik berurutan maupun tidak," paparnya.
Yakin Ditolak
Namun, Zainal menyatakan bakal menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi. Dia yakin hal tersebut akan ditolak karena sudah jelas hanya bisa menjabat dua kali baik berurutan, maupun tidak.
"Sepanjang MK memutuskan secara koridor hukum, dalam logika hukum yang sederhana, sesungguhnya bahasa putusannya adalah bahwa sudah menjabat dua kali, baik berurutan maupun tidak, maka tidak boleh mencalonkan kembali," kata dia.
Reporter: Mardani
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement