RI Tak Perlu Terburu-buru Merespon Perang Dagang AS-China

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution memastikan jika Pemerintah Indonesia selalu siap merespons kondisi terkini dari dampak perang dagang AS-China

oleh Nurmayanti diperbarui 22 Jul 2018, 12:29 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai tren yang terjadi pada capaian ekspor-impor 2018 masih tergolong sehat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Perekonomian global saat ini tengah bergejolak dan penuh ketidakpastian. Ini terutama terkait adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution memastikan jika Pemerintah Indonesia harus selalu siap merespons kondisi terkini. Namun respon tersebut tidak perlu dilakukan terburu-buru.

"Dengan adanya perang dagang, normalisasi kebutuhan moneter di negara maju semua itu ya pasti punya dampak pada kita, dan harus merespons tapi tidak perlu juga grasa - grusu karena malah itu mempercepat bisa-bisa ikutan mendorong runtuhnya," kata dia dalam HUT Kemenko Perekonomian ke 52, di kantornya, Minggu (22/7/2018).

Rezim multilateral perdagangan global dikatakan sekarang ini cenderung bergejolak terutama setelah AS melakukan langkah yang tidak mengikuti pakem multilateral.

"Anda ingat pada waktu kita mulai me-launching soal globalisasi, waktu jaman globalisasi itu terkenal dengan ucapan suka tidak suka, mau tidak mau siap tidak siap kita harus membuka diri dan lebih terbuka berdagang secara internasional, investasi dan sebagainya," ujarnya.

Dia menegaskan, meski terkena dampak tapi Indonesia akan baik-baik saja.

"Kita percaya bisa menjawab ini walaupun dampak pasti kena, karena bukan kita yang melakukan inisiatif, tapi kita harus menjawab, sehingga memang kebetulan sekali kita selain perang dagang dan normalisasi kebijakan moneter negara maju," tegas dia.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com


Hadapi Perang Dagang, RI Perlu Perkuat Daya Saing

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Ekspor April sebesar 14,47 miliar dolar AS lebih rendah ketimbang Maret 2018 yang mencapai 15,59 miliar dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia mesti memperkuat daya saing ekonomi untuk melindungi diri terhadap dampak negatif perang dagang.

Hal itu disampaikan Dirjen Perundingan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Iman Pambagyo saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (20/7/2018).

"Kembali lagi isunya adalah daya saing. Mau trade war sebesar apapun kalau daya saing ekonomi kita kuat, kita akan baik-baik saja," kata dia.

"Itu (membangun daya saing ekonomi) selalu jadi masalah dan itu komplek sekali tidak bisa ditangani satu atau dua kementerian. Tapi faktanya kita mulai coba fokus pada beberapa key area untuk daya saing seperti bangun infrastruktur," tutur dia.

Selain membangun daya saing dan ketahanan ekonomi domestik, Indonesia juga tentu berkomunikasi dengan negara lain, untuk menghindari keharusan Indonesia juga terlibat dalam perang dagang dengan negara tertentu.

"Tapi kita juga tetap lakukan pendekatan biletaral. Apa yang masih dipermasalahkan dengan hubungan kita, apa yang bisa kita kerjakan sama-sama," kata dia.

Indonesia juga terus mencari kemungkinan membuka pasar-pasar baru agar tidak hanya bergantung pada kerja sama perdagangan dengan pasar tradisional.

"Itu yang bisa kita lakukan intinya kitta tetap pertahankan akses pasar tradisional seperti AS, Jepang, Korea, EU, sambil kita buka lagi akses pasar nontradisional. Mungkin itu (pasar nontradisional) kecil-kecil, tapi kalau dikumpulkan banyak jadi bisa balancing. Jadi tergantung pada beberapa negara besar itu tidak aman buat Indonesia," ujar Iman.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya