Liputan6.com, Tokyo - Jatuhnya meteor masuk ke dalam atmosfer Bumi atau yang dikenal sebagai hujan meteor merupakan peristiwa alami. Hingga saat ini, tidak ada seseorang yang dapat mengatur peristiwa tersebut.
Namun, sebuah startup asal Jepang baru-baru ini dilaporkan berniat untuk membuat hujan meteor buatan. Startup bernama ALE ini mengaku siap meluncurkannya tahun depan.
Dikutip dari Independent, Senin (23/7/2018), ALE mengembangkan teknologi ini selama tujuh tahun. Startup yang berbasis di Tokyo ini nantinya akan memanfaatkan satelit mikro saat peluncuran.
Baca Juga
Advertisement
ALE menuturkan, pihaknya akan menggunakan bola-bola kecil yang diletakkan di satelit mikro. Begitu bola itu diluncurkan dan memasuki atmosfer Bumi, mereka akan mengeluarkan cahaya dengan berbagai warna.
Untuk memastikan keamanan, bola-bola tersebut akan langsung terbakar habis. Dengan demikian, sisa dari bola itu tidak akan membahayakan orang-orang di sekitar.
Sebagai bagian dari proyek ini, ALE baru saja meluncurkan satelit ke atmosfer Bumi. Melalui situs resminya, startup ini menjanjikan sebuah pengalaman hiburan baru dengan hujan meteor buatan.
"ALE mengembangkan teknologi ini dengan membuat partikel layaknya bintang jatuh dan memanfaatkan satelit mikro yang didesain khusus," tulis ALE dalam situsnya.
Nantinya, hujan meteor ini dapat terlihat hingga jarak 200km. Menurut rencana, Hiroshima akan menjadi wilayah pertama peluncuran hujan meteor buatan ini.
Sayangnya, belum ada tanggal pasti peluncuran layanan ALE. Namun, jika peluncuran ini berhasil, bukan tidak mungkin ALE akan menghadirkannya ke lebih banyak negara.
ALE sendiri didirikan pada 2011 oleh seorang wirausahawan asal Jepang, Lena Okajima. Ia membangun startup ini karena terinspirasi setelah melihat hujan meteor Leonoid saat kuliah dulu.
Meteor Jadi Faktor Terbentuknya Kehidupan di Bumi?
Meteor sendiri masih terus diteliti oleh sejumlah ilmuwan. Alasannya, meteor mungkin merupakan salah satu jalan terbentuknya kehidupan di Bumi.
Tahun lalu, sekelompok ilmuwan dari McMaster University dan Max Planck Institute for Astronomy mengemukakan hasil riset yang menyebut kehidupan di Bumi berawal dari meteor. Para peneliti menggunakan metode kuantitatif dalam riset ini.
Awalnya, mereka mengambil data tentang Bumi, lalu dimasukkan dalam sebuah model matematika yang sudah dibuat sebelumnya. Berdasarkan perhitungan itu para peneliti lantas membuat sebuah kesimpulan.
Menurut para peneliti, kehidupan di planet ini berasal dari molekul organik yang terbawa meteorit dan jatuh di permukaan Bumi. Beberapa di antara molekul itu lantas terjatuh di daerah dengan air hangat yang memungkinkan berkembang.
Hasil perhitungan ini turut mendukung teori bahwa polimer RNA terbentuk di kolam air yang hangat. Meteorit sendiri berkontribusi mengirimkan banyak molekul organik yang membuat RNA mereplikasi diri setidaknya dalam satu kolam.
Advertisement
Lebih Awal dari Perkiraan
Perhitungan ini sekaligus mendukung kemungkinan kehidupan di Bumi ada lebih awal dari perkiraan yang dipercaya saat ini. Proses pertumbuhan kehidupan diprediksi muncul beberapa ratus juta tahun setelah planet ini mendingin dan memungkinkan permukaannya ditutup air.
Model kuantitatif semacam ini penting karena menjadi yang pertama kali dilakukan. Sebab, melibatkan semua variabel termasuk dari data kimia, biologis, termasuk geologis.
"Karena banyaknya masukan dari beberapa bidang, hal yang luar biasa bisa menyatukan itu semuanya," ujar Ralph Pudritz salah seorang peneliti.
Sekadar informasi, riset yang menyebut kehidupan di Bumi berasal di luar angkasa sebenarnya bukan kali pertama diungkapkan.
Sebelumnya, Dr Haruna Sugahara dari Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology di Yokohama menyebut komet menjadi pendorong kehidupan di Bumi. Komet yang bertubrukan dengan Bumi disebut kunci terbentuknya protein sebagai pondasi kehidupan.
(Dam/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: