Gita Savitri: Body Shaming Jangan Dianggap Remeh

Menurut content creator dan social media influencer Gita Savitri, body shaming bukanlah budaya yang perlu dipertahankan karena bisa berdampak buruk

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 23 Jul 2018, 10:30 WIB
Outfit dengan nuansa coffee tone memberi kesan warm pada total look hijabers. (Sumber foto: gitasavitri/instagram)

Liputan6.com, Jakarta Persoalan mengenai fisik dan tubuh ideal tidak hanya mengarah ke kesehatan namun juga bisa menyebabkan masalah sosial. Salah satunya adalah body shaming.

Ini diungkapkan oleh content creator Gita Savitri dalam peluncuran program Hidup Sehat Yuk! di Kuningan, Jakarta. Ditulis Senin (23/7/2018). Menurut Gita, body shaming tidak boleh dianggap remeh.

"Aku adalah tipe orang yang kesal kalau misalnya ada orang di Instagram bilang, 'Kak, alisnya mana?' atau 'Kak, kok gendutan?'" kata Gita Savitri.

"Bukan karena kita baper (bawa perasaan) karena setiap orang kan berbeda-beda. Yang aku lihat, aku men-generalisasi, banyak dari kita yang belum bisa sadar bahwa body shaming itu adalah budaya yang tidak perlu dipertahankan," ujar gadis yang dikabarkan baru saja bertunangan tersebut.

Gita mengatakan, ketika seseorang membela diri atau merasa kesal saat menerima body shaming, kita kerap mengatakan bahwa orang tersebut terlalu terbawa perasaan. Padahal, hal itu bisa berdampak negatif pada kehidupan orang tersebut.

"Dampaknya bisa ke psikis-nya dia. Bisa ke rasa tidak aman, dia jadi benci pada dirinya sendiri. Dia malas lihat kaca karena merasa 'Ah gue jelek ah, ngapain lihat kaca? Mukanya gitu-gitu doang,'" tambah Gita.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 


Bulimia

Direktur Indofood Axton Salim (tiga kiri) bersama CEO Ruangguru Belva Devara (dua kiri), PDRC FKM UI Endang L. Achadi (tiga kanan), dan CPO Ruangguru Iman Usman (dua kanan) saat peluncuran Hidup Sehat Yuk, Jakarta, Minggu (22/7). (Liputan6.com/JohanTallo)

Menurut gadis kelahiran Palembang ini, body shaming juga bisa mengarah pada eating disorder atau kelainan pada pola makan serta anoreksia.

"Badannya biasa saja, secara nutrisi sudah bagus tapi dia lihat badannya kayaknya gendut. `Gue harus kurusan-kurusan`," kata perempuan yang menempuh pendidikan di Jerman ini.

Bulimia juga dianggap Gita menjadi salah satu dampak dari body shaming.

"Aku kenal lho teman-teman yang secara personal, jadi kita makan bareng, terus dia ke WC, dia kerok-kerok tenggorokannya terus muntah. Itu yang terus dia lakukan karena dia ingin kurus," cerita Gita. 

Dengan tegas, Gita menyatakan tak mendukung pola pikir dan tindakan keliru seperti itu. 

"Kurusnya bukan karena standar kesehatan, tapi dia mikir, gue enggak sesuai sama standar kecantikan nih yang dibentuk lingkungan. Menurutku sih itu salah," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya