Liputan6.com, Jakarta - PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) melalui anak usahanya, PT Petrokimia Butadiene Indonesia (PBI), telah merampungkan proyek ekspansinya.
Setelah melalui tahap shutdown atau tie-in pada awal Maret lalu, pabrik Butadiene kini telah beroperasi dengan kapasitas baru sebesar 137 ribu ton per tahun.
Presiden Direktur CAP, Erwin Ciputra mengatakan, kapasitas tersebut meningkat 37 persen dari sebelumnya yang sebesar 100 ribu ton per tahun.
Peningkatan kapasitas pabrik Butadiene ini bertujuan untuk menambah nilai dari kelebihan produksi Mixed C4, bahan baku untuk pabrik Butadiene, pasca ekspansi cracker yang selesai pada 2015.
Baca Juga
Advertisement
"Selesainya ekspansi pabrik Butadiene ini semakin memperkuat integrasi produk-produk kami di sektor hilir. Hal ini tentu akan memperkuat posisi kami di industri ini, terutama dengan adanya variasi produk bernilai tinggi untuk menjawab kebutuhan yang lebih beragam,” ujar dia di Jakarta, Senin (23/7/2018).
Selain itu, lanjut dia, saat ini CAP juga menyelesaikan pembangunan pabrik Polyethylene baru sebesar 400 ribu ton per tahun. Kemajuannya kini telah mencapai lebih dari 50 persen setelah groundbreaking pada Februari 2018.
"Fasilitas pabrik baru ini akan menghasilkan High Density Polyethylene (HDPE), Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), dan Metallocene LLDPE (mLLDPE)," lanjut dia.
Penambahan 400 ribu ton per tahun produk PE ini akan menjadi pasokan baru produk PE dalam negeri yang permintaannya diperkirakan mencapai sekitar 1,4 juta ton per tahun dan cenderung terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi.
Erwin menuturkan, selain kedua proyek tersebut, CAP terus mengoptimalkan fasilitas-fasilitas yang dimiliki, di antaranya dengan melakukan revamp furnace yang akan menambah kapasitas Ethylene menjadi 900 ribu dari 860 ribu ton per tahun.
Serta debottlenecking pabrik Polypropylene yang akan menaikkan kapasitas sebesar 110 ribu ton menjadi 590 ribu ton per tahun.
Sejalan dengan upaya untuk lebih terintegrasi ke hilir, Perseroan juga tengah melangsungkan pembangunan pabrik Methyl Tert-Butyl Ether (MTBE) dan Butene-1 pertama di Indonesia, masing-masing sebesar 127 ribu ton per tahun dan 43 ribu ton per tahun.
"Kedua pabrik baru ini akan menyerap Raffinate-1 yang dihasilkan oleh pabrik Butadiene Perseroan. Begitupula dengan pabrik karet sintetis Perseroan melalui PT Synthetic Rubber Indonesia, perusahaan joint venture dengan Michelin, juga akan segera diresmikan dan beroperasi secara komersial," kata Erwin.
Tak hanya sampai di situ, melalui anak usahanya, PT Chandra Asri Perkasa (CAP2), CAP berencana membangun kompleks petrokimia kedua yang menghasilkan Ethylene 1,1 juta ton per tahun, Propylene 600 ribu ton per tahun, Butadiene 175 ribu ton per tahun.
Kemudian, Benzene 363 ribu ton per tahun, HDPE 450 ribu ton per tahun, LDPE 300 ribu ton per tahun dan Polypropylen 450 ribu ton tahun.
"Direncanakan pada akhir 2018 mendatang, CAP2 akan menyelesaikan Basic Engineering Design diikuti dengan keputusan investasi akhir yang diharapkan sudah ada pada awal 2020 dan pengoperasian secara komersial direncanakan mulai pada awal 2024," tutur dia.
Siam Cement dan Chandra Asri Bakal Bangun Pabrik Petrokimia Terbesar di RI
Sebelumnya, produsen semen asal Thailand, Siam Cement Group (SCM) akan melakukan ekspansi investasi ke Indonesia. Bersama dengan PT Chandra Asri, anak usaha PT Barito Pacific Tbk, perusahaan tersebut akan membangun pabrik petrokimia di Cilegon, Banten.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, nilai investasi dari pabrik tersebut mencapai US$ 5,5 miliar. Angka ini disebut sebagai salah satu investasi terbesar di sektor industri.
"Pasti yang akan ditanamkan sebesar US$ 5,5 miliar. Ini salah satu investasi paling besar," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 15 Maret 2018.
Menurut dia, pabrik tersebut akan memproduksi polypropylene, polyethylene dan naphtha crackerdengan kapasitas sebesar 1 juta ton per tahun.
Keberadaan pabrik ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor ketiga produk yang merupakan bahan baku industri tersebut. Selain itu, produk yang dihasilkan juga akan diekspor ke negara lain.
Airlangga menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung langkah investasi dari Siam Cement Group ini karena saat ini Indonesia memiliki ketergantungan impor petrokimia.
"Demand pabrik sejenis di Thailand itu kapasitasnya 5 juta ton, di Indonesia baru 1 juta ton dan impornya mendekati 1 juta ton. Di Malaysia pabrik sejenis kapasitasnya 3 juta ton dengan penduduk yang jauh lebih kecil dari kita. Oleh karena itu kalau ini bisa ditingkatkan maka downstream industri akan jalan," ujar dia.
Airlangga menjelaskan, Siam Cement Group dan Chandra Asri juga meminta pemerintah untuk memberikan sejumlah insentif, seperti tax holiday. Permintaan tersebut pun mendapatkan sambutan dari Presiden Jokowi yang menyatakan pemerintah akan mengeluarkan kebijakan insentif bagi industri pada akhir bulan ini.
"Aturan baru Pak Presiden menyampaikan mengenai single submission dan juga akan diselesaikan akhir bulan ini. Dengan demikian investor tahu dengan cukup ke satu, ke BKPM dan seluruh urusan termasuk soal tax holiday akan segera dikeluarkan oleh Dirjen Pajak," ungkap dia.
Untuk pembangunan pabrik petrokimia tersebut saat ini SCG dan Chandra Asri tengah merancang desain pembangunan pabriknya. Diharapkan pada tahun ini sudah bisa dibangun sehingga pada 2022 sudah bisa mulai beroperasi.
"Jadi mereka lagi FEED (frond end engineering design) dengan Chandra Asih. Mereka confidence terhadap projek ini. Mudah-mudahan ini bisa berproduksi di 2022, jadi ini akan menjadi pabrik petrochemical terbesar baik di Indonesia maupun di Thailand bagi investor SCG dengan Chandra Asri," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement