Tak Selamanya Keluarga Bisa Jamin Anak Bebas dari Paham Radikalisme

Mudahnya infiltrasi paham radikalisme dan terorisme pada anak lewat keluarga jadi sulit dideteksi.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 24 Jul 2018, 14:30 WIB
Seorang warga mengenakan kaus yang bertuliskan "Lawan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme" saat akan menghadiri Rembuk Nasional Aktivis 98 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jakarta, Sabtu (7/7). (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, kehadiran keluarga bukan jaminan anak bebas dari paparan paham radikalisme dan terorisme. Tidak hanya itu, orangtua juga sulit mengawasi aktivitas anak seiring dengan kemajuan teknologi.

"Saat ini infiltrasi (penyusupam) radikalisme melalui pola-pola yang tidak mudah dideteksi oleh kita termasuk orangtua. Misalnya melalui laman internet, melalui program tertentu, yang langsung dibagikan pada yang bersangkutan. Kondisi seperti ini orangtua tentu tidak mudah untuk mendeteksi," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto dalam perayaan Hari Anak Nasional 2018 ditulis Selasa (24/7/2018).

Mirisnya lagi, bila penyusupan paham radikalisme malah ditumbuhkan dari keluarga. Seperti kasus di Surabaya, Jawa Timur beberapa saat lalu. 

"Ini menjadi penanda bahwa keluarga tidak selamanya bisa menjadi fundamen terbaik untuk tumbuh kembang anak," tegas Susanto.

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 


Lewat Keluarga Sulit Dideteksi

Personel Brimob bersenjata lengkap berjaga di ruang sidang PN Jakarta Selatan saat sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa sejumlah kasus tindak pidana terorisme, Aman Abdurrahman, Jumat (18/5). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurut Susanto, jika radikalisme sudah masuk lewat keluarga, hal itu menjadi lebih sulit lagi untuk dideteksi ketimbang melalui akses internet. Keluarga merupakan area privat sehingga pihak berwenang di bidang terorisme sulit memantau aktivitasnya.  

"Kalau menggunakan gadget mungkin relatif lebih bisa dideteksi. BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan teman-teman di Densus 88 lebih mudah mendeteksi," kata Susanto yang juga Komisioner KPAI Bidang Agama dan Budaya ini. 

 


Peran Pemerintah

Seorang wanita berdiri di depan poster saat massa dari "Gerakan Rakyat Nusantara Anti Terorisme" atau disingkat "Geranat" melakukan Aksi di depan Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Rabu (16/5). (Liputan6.com/JohanTallo)

KPAI sendiri merekomendasikan agar pemerintah perlu meningkatkan pencegahan infiltrasi radikalisme dan terorisme untuk memastikan anak-anak tidak terpapar paham-paham tersebut.

Selain itu, mereka menyarankan perlunya pemerintah daerah mengembangkan model-model pencegahan radikalisme berbasis masyarakat yang efektif, dengan memperhatikan konteks lokalnya masing-masing.

Selain itu, anak yang terlibat dalam kasus radikalisme dan terorisme, baik korban maupun pelaku diberikan penangan secara komprehensif agar bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya