IMF Ramal Inflasi Venezuela Tembus 1.000.000 Persen

Minyak melimpah dan pemerintahan sosialisme di Venezuela tampak tidak bermakna ketika rakyat hidup melarat.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 24 Jul 2018, 13:53 WIB
Demonstran anti-pemerintah di Venezuela mengenakan penutup wajah saat menggelar aksi di Caracas, Venezuela, Sabtu (26/5). Venezuela tengah menghadapi demonstrasi anti-pemerintah yang dilatar belakangi krisis ekonomi di negara ini. (AP Photo)

Liputan6.com, Caracas - Venezuela, negara yang kaya minyak serta pemerintah yang membanggakan diri sebagai penganut sosialisme. Segala predikat itu tampak hampa ketika rakyatnya kabur ke negara lain karena kelaparan dan inflasi mencapai satu juta persen.

Menurut laporan International Monetary Fund (Dana Moneter Internasional, IMF), inflasi Venezuela diproyeksikan menyentuh satu juta persen pada akhir 2018.

IMF menyebut, pemerintahan Venezuela akan terus mengandalkan ekspansi basis keuangan (monetary base), yang justru mempercepat inflasi sebagaimana permintaan uang yang terus merosot. Tak aneh bila muncul kabar-kabar uang Venezuela, bolivar, ditemukan di tong sampah atau dijadikan tas, karena nilai mata uang di sana sudah jatuh.

Venezuela memang terlalu bergantung pada ekspor minyak, serta tidak ada diversifikasi pada perindustriannya. Jadinya, saat harga minyak jatuh, otomatis ekonomi Venezuela langsung kocar-kacir. Presiden Venezuela Nicolas Maduro pun hanya bisa menyalahkan pihak-pihak lain, seperti Amerika Serikat (AS), Portugal, dan Kolombia, atas krisis di negaranya.

Lebih lanjut, IMF menyebut apa yang dialami Venezuela persis seperti di Jerman pada 1923. "Situasi di Venezuela serupa dengan di Jerman pada 1923 atau Zimbabwe pada akhir 2000."

Krisis yang terjadi di Venezuela juga memberi efek pada negara-negara tetangga. Pasalnya, banyak penduduk Venezuela yang memilih bermigrasi ke negara-negara terdekat, seperti Kolombia.

Tidak hanya manusia yang kena dampak, hewan di kebun binatang menjadi kurus kering, dan tanaman di kebun raya juga layu karena masalah ekonomi di Venezuela

"Runtuhnya aktivitas ekonomi, hiperinflasi, dan menambah buruknya ketersediaan kebutuhan publik (layanan kesehaatan, listrik, air, transportasi, dan keamanan) begitu pula kurangnya makanan di harga subsisdi telah menimbulkan derasnya migrasi, yang memberikan efek luapan (spillover effect) ke negara-negara tentangga," tulis IMF.


Donald Trump Ingin Invasi Venezuela?

Presiden AS Donald Trump didampingi Ibu Negara, Melania Trump melambaikan tangan sesaat akan meninggalkan Winfield House di London, Kamis (12/7). Melania Trump dan Donald Trump tengah berada di Inggris untuk kunjungan kenegaraan.. (AFP/Brendan Smialowski)

Dalam sebuah pertemuan di Oval Office pada Agustus tahun lalu, yang membahas pencabutan sanksi-sanksi terhadap Venezuela, Presiden Donald Trump berpaling kepada para pembantu utamanya dan mengajukan sebuah pertanyaan yang meresahkan.

"Dengan (kondisi) Venezuela yang bergejolak dan kemungkinan mengancam keamanan regional, mengapa Amerika Serikat tidak bisa begitu saja menginvasi negara yang bermasalah?" kata Trump.

Usulan tersebut mengejutkan orang-orang yang hadir pada pertemuan itu, termasuk Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson dan penasihat keamanan nasional HR McMaster, yang keduanya kini telah meninggalkan jabatan pemerintahan.

Dikutip dari Time.com, Kamis, 5 Juli 2018, cuplikan percakapan mengejutkan itu bocor melalui salah seorang sumber anomin, yang mengaku dekat dengan pejabat senior di Gedung Putih.

Dalam bocoran percakapan berdurasi sekitar lima menit itu, McMaster dan para pejabat lainnya bergantian menjelaskan kepada Donald Trump bagaimana tindakan militer dapat menjadi bumerang, dan berisiko membuat kehilangan dukungan kuat di antara pemerintah Amerika Latin untuk menghukum Presiden Nicolas Maduro, karena membawa Venezuela berada dalam rezim kediktatoran.

Meskipun Presiden Trump tidak memberikan indikasi akan memerintahkan rencana militer, dia menunjuk pada apa yang dianggap sebagai kasus terakhir "diplomasi kapal perang yang sukses" di wilayah Amerika Latin, seperti invasi Panama dan Grenada pada 1980-an.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya