Liputan6.com, Kupang - Kepolisian Resor (Polres) Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), resmi menetapkan Kepala Puskesmas (Kapus) Nunkolo sebagai tersangka kasus dugaan pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Markus Misa.
Kasat Reskrim Polres TTS, Iptu Jamari mengatakan polisi sudah melayangkan panggilan kepada Kapus Nunkolo, Alvian Kase sebagai tersangka kasus pengeroyokan dan penganiayaan.
"Sudah kita kirimkan surat panggilan sebagai tersangka," ucap Jamari kepada Liputan6.com, Selasa (24/7/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia menjelaskan, untuk sementara baru ada satu tersangka dalam kasus pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Markus Misa. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk tersangka baru.
"Kami masih mendalami kasusnya, kemungkinan ada tersangka lain," katanya.
Menurut Jamari, pelaku dijerat Pasal 170 ayat 1 KUHP, subsider Pasal 351 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun 6 bulan penjara.Sementara, Kapolsek Amanatun Selatan, Iptu Ibrahim Tupong mengatakan sebelum kasus tersebut dilimpahkan ke polres, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan saksi.
"Sudah empat orang saksi yang kami periksa," terang Iptu Ibrahim Tupong.
Dihubungi secara terpisah, keluarga korban, Zet Misa, menyampaikan terima kasih kepada pihak kepolisian yang serius menangani kasus penganiayaan tersebut.
Dia berharap polisi terus mendalami kasus ini, sehingga tersangka kasus penganiayaan itu mendapat hukuman yang setimpal, apalagi ini berkaitan dengan pelayanan publik.
"Kalau dibiarkan, masyarakat akan takut berobat ke Puskesmas Nunkolo," imbuh Zet.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Periksa Kandungan Sang Istri Berujung Penganiayaan
Seperti diberitakan sebelumnya, Markus Missa, warga Desa Saenam, Kecamatan Nunkolo, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) babak belur. Ia diduga menjadi korban penganiayaan Kepala Puskemas Nunkolo yang berinisial AK.
Markus mengaku peristiwa yang menimpa dirinya itu saat mengantar istrinya, Antonia Nomlene, memeriksa kehamilan.
Awalnya, pada 25 Juni 2018 sekitar pukul 11.00 Wita, Markus mengantar sang istri untuk memeriksa kehamilan ke puskesmas.
"Tetapi, petugas katakan bahwa tidak bisa lagi karena sudah siang dan loket sudah tutup. Kemudian saya bersama istri pulang," ucap Markus kepada Liputan6.com, Kamis, 12 Juli 2018.
Selanjutnya, pada 29 Juni lalu, ia bersama istrinya kembali menempuh jarak sekitar 30 kilometer untuk memeriksa kandungan pasangannya yang sudah berusia 5 bulan. Namun yang didapat bukanlah pelayanan kesehatan, melainkan penganiayaan.
"Saat kami tiba sekitar jam 9, petugas di loket mengatakan loket sudah tutup. Saya minta tolong untuk istri saya dilayani karena kami sudah dua kali datang. Apalagi, jarak kami dari desa ke puskesmas sangat jauh, tetapi petugas tetap tidak mau," tutur Markus.
Karena tetap ditolak, ia kemudian mengatakan ke petugas loket bahwa istrinya sudah tidak bisa dilayani karena loket sudah ditutup, maka sebaiknya pintu puskesmas ditutup saja.
Markus kemudian menutup pintu puskesmas dan mengajak istrinya pulang. Baru beberapa langkah, petugas tersebut memanggil Markus atas perintah kepala puskesmas.
Advertisement
Dianggap Tidak Sopan
Markus pun bergegas menemui kepala puskesmas. Namun, ketika tiba di ruangan, tiba-tiba ia diamuk kepala puskesmas. Markus dianggap tidak sopan karena tidak melepas sepatu yang dikenakannya..
"Biadab, kurang ajar, binatang, kau tidak sopan," ujar Markus menirukan umpatan kepala puskesmas.
Markus kemudian meminta maaf dan langsung membuka sepatunya.
Baru satu sepatu yang berhasil dibuka, lanjut Markus, tiba-tiba seorang bidan datang dan mengamuk karena menganggap tidak sopan dengan melempari sepatu ke arahnya. Padahal, menurut Markus, sepatunya dibuang keluar di halaman.
"Kepala puskesmas kemudian bangun dan aniaya saya. Setelah itu ada juga staf puskesmas datang ikut aniaya sampai saya mandi darah," kata Markus.
Markus beruntung karena ada seorang polisi yang datang dan mengamankannya ke pospol. Selanjutnya, Markus dibawa ke Polsek Oinlasi untuk membuat laporan.
"Saya sudah visum dan diambil BAP, tapi sampai hari ini pelaku belum ditangkap. Bahkan, menurut pak kapolsek hasil visum belum ada," tandasnya.
Seorang kerabat Markus, Zet Missa, mengatakan bahwa pihaknya kecewa karena hingga saat ini kasus tersebut seakan diabaikan.
"Pelakunya sudah jelas, tetapi kenapa tidak ditahan. Kami tidak tahu jalur mana yang harus kami tempuh. Kami mohon pihak penegak hukum bertindak tegas dan adil," katanya.
Dia berharap, proses hukum dapat berjalan dengan baik agar menimbulkan efek jera. "Orang seperti ini tidak layak jadi pelayan masyarakat. Kami mohon polisi usut sampai tuntas masalah ini," imbuh Zet.
Kapolsek Amanatun Selatan, Iptu Ibrahim Tupong, mengaku sudah menerima laporan Markus Missa.
"Sudah diproses, kami sudah tindak lanjuti dan sudah pemeriksaan saksi," jelasnya.