Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai sektor minyak dan gas bumi (migas) belum optimal menggunakan barang dalam negeri. Sebab itu Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor ini perlu ditingkatkan kembali.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, penggunaan barang dalam negeri pada sektor migas harus ditingkatkan bila mengacu pada ketentuan.
Advertisement
"Ya harus diperkuat TKDN nya terutama di sektor migas karena ada berbagai ketentuan, nanti di migas lah. Intinya sehingga implementasi dari TKDN ini kurang optimal," kata Oke, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Oke mengungkapkan, penyebab sektor migas belum optimal menggunakan barang dalam negeri, karena ada daftar barang yang tidak diwajibkan terkena pungutan bea masuk. Sehingga produk impor lebih menjadi pilihan ketimbang barang dalam negeri.
"Karena ada ketentuan yang kalau tidak salah dia masuk di master list, sehingga tidak dikenakan kewajibannya. Karena pungutannya tidak ada dan sebagainya," tutur dia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Haris Munandar menambahkan, penggunaan barang dalam negeri negeri belum optimal, karena tidak ada harmonisasi peraturan dari instansi yang terlibat dalam penetapan ketentuan impor.
"Ya itu ada yang menghambat, katakanlah Bea Cukai, di lapangan aturannya ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan), ada Peraturan Dirjen Bea Cukai. Ini belum harmonis," tandasnya.
Redam Defisit Perdagangan, Pemerintah Perketat Barang Impor
Pemerintah memperketat barang impor, untuk menaikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan meredam defisit neraca perdagangan Indonesia.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengakui masih ada kebocoran barang diimpor, meski sudah diproduksi di dalam negeri. Barang impor tersebut kebanyakan digunakan sektor minyak dan gas bumi (migas).
"Kita lihat, kacamata bea cukai kenapa kok barang masih lolos. Kita lihat end to end analisisis-nya. Bea cukai mekanik, boleh atau tidaknya barang masuk itu dari ESDM," kata Mardiasmo, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Baca Juga
Padahal pemerintah telah menetapkan kriteria barang yang boleh diimpor, yaitu jika barang itu tidak ada di dalam negeri, jika barang ada tapi tidak mencukupi dan jika barang ada tapi tidak sesuai dengan spesifikasi.
"Melalui kacamata Kementerian Keuangan terutama Bea Cukai supaya barang-barang itu bisa diproduksi dalam negeri, ada stoknya, kriterianya ada tiga," ucap Mardiasmo.
Untuk meredam impor barang, Kementerian Keuangan bersama tim dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), memperbaiki daftar barang yang bisa diimpor.
Hal ini akan dilakukan secara berkala setiap tiga bulan, agar mengikuti perkembangan kebutuhan barang. "Makanya ini kita perbaiki, sama dengan tim SKK Migas juga. Kita mau optimalkan dalam negeri," tutur dia.
Mardiasmo mengatakan, pengetatan barang impor bertujuan untuk meredam defisit neraca perdagangan, serta meningkatkan penggunaan barang produksi dalam negeri.
"Kalau barang itu ada dan spesifikasinya masuk kenapa kita harus impor? Bikin defisit. Misalnya pipa, ada barang yang larangan terbatas dibutuhkan itu yang jadi negatif list itu yang kita sinkronkan. Datanya ada tapi tahunan sementara selama satu tahun itu terjadi perubahan di lapangan," kata dia.
Advertisement