Liputan6.com, Jakarta - Kinerja sejumlah saham lapis kedua mencatatkan pertumbuhan di atas laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga Juli 2018.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja IHSG turun 6,67 persen dari awal 2018 hingga penutupan perdagangan saham 24 Juli 2018 ke posisi 5.931,84.
Di antara negara ASEAN, kinerja IHSG berada di posisi lima. Bahkan posisi IHSG di bawah Vietnam. Investor asing pun sudah jual saham capai Rp 50,22 triliun hingga penutupan perdagangan kemarin.
Kemudian dari 10 sektor saham, dua sektor saham menguat yaitu sektor tambang dan industri dasar. Pertumbuhan sektor saham tersebut masing-masing 27,11 persen dan 13,16 persen.
Baca Juga
Advertisement
Di tengah kinerja IHSG turun sekitar 6 persen, ada sejumlah saham yang kinerja pertumbuhannya bisa di atas 100 persen.
Berdasarkan data RTI, saham-saham itu antara lain saham PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI). Emiten bergerak layanan transportasi laut ini mencetak kenaikan saham capai 1.095 persen ke posisi Rp 1.650 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 27.250 kali dengan nilai transaksi Rp 146,5 miliar.
Padahal PT Transcoal Pacific Tbk baru catatkan saham perdana di BEI pada 6 Juli 2018. Manajemen BEI pun menghentikan sementara perdagagnan saham pada Selasa 24 Juli 2018 dalam rangka cooling down. Kemudian saham TCPI dicabut suspensinya pada perdagangan saham Rabu 25 Juli 2018.
Kemudian saham PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR) meroket 1.037 persen ke posisi Rp 2.890 per saham. Total frekuensi perdagangan saham emiten yang bergerak di industri pengolahan distribusi hasil perikanan ini tercatat 13.106 kali dengan nilai transaksi Rp 1,9 triliun.
Disusul saham PT Dafam Property Indonesia Tbk melonjak 800 persen ke posisi Rp 1.035 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 30.338 kali dengan nilai transaksi Rp 76,5 miliar.
Selanjutnya saham PT Indah Prakasa Sentosa Tbk naik 642,75 persen ke posisi Rp 2.050 per saham. Emiten bergerak di sektor perdagangan besar ini cetak frekuensi perdagangan saham 20.153 kali dengan nilai transaksi Rp 38,1 miliar.
Selanjutnya saham PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS) cetak kenaikan harga 450 persen ke posisi Rp 2.200 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 110.381 kali dengan nilai transaksi Rp 1,5 triliun.
BEI pun sempat cermati saham BOSS pada 26 Februari karena pergerakan harga sahamnya yang berada di luar kebiasaan. Emiten bergerak di usaha jasa manajemen pertambangan batu bara ini mencatatkan saham pada 15 Februari 2018.
Selanjutnya
Selanjutnya saham PT Indo-Rama Synthetic Tbk meroket 374 persen ke posisi Rp 5.925 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 67.701 kali dengan nilai transaksi perdagangan Rp 535,8 miliar.
Saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) cetak kenaikan harga saham 325,51 persen ke posisi Rp 9.505 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 451.997 kali dengan nilai transaksi Rp 12,8 triliun.
Saham PT Steadfast Marine Tbk (KPAL) membukukan kenaikan harga saham 324,35 persen ke posisi Rp 488 per saham. Nilai transaksi saham KPAL sekitar Rp 170,5 miliar. Total frekuensi perdagangan saham 31.279 kali.
Selain itu, saham PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) melonjak 320,41 persen ke posisi Rp 3.090 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sebanyak 441.889 kali dengan nilai transaksi Rp 7,4 triliun.
Lalu saham PT Alfa Energi Investama Tbk melambung 282,55 persen ke posisi Rp 5.700 per saham. Transaksi perdagangan saham sekitar 9.078 kali sehingga kurang aktif diperdagangkan di BEI. Adapun nilai transaksinya mencapai Rp 2,5 triliun sepanjang 2018.
Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, pergerakan harga saham signifikan kenaikannya juga perlu dicermati dari sisi fundamental dan teknikal. Hal ini mengingat kenaikan harga saham dapat didorong sejumlah faktor antara lain kinerja keuangan,aksi korporasi, permintaan dan persediaan dan lainnya.
"Melihat pergerakan saham emiten juga dilihat fundamentalnya, ada berbagai faktor. Apalagi IHSG kinerjanya tertekan karena faktor eksternal,” ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.
Selain itu, menurut Nafan, pelaku pasar lebih memilih saham lapis kedua ketimbang saham unggulan atau bluechip. Hal tersebut mendorong kenaikan harga saham lapis kedua dan ketiga.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement