Dihantam Sanksi, Ekonomi Korut Terburuk Sejak Bencana Kelaparan 1997

Bermacam sanksi internasional akhirnya menjatuhkan ekonomi Korea Utara.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 25 Jul 2018, 19:00 WIB
Kim Jong-un berpose di depan hamparan kentang di pabrik baru pengelolaan kentang di kota Samjiyon (STR / KCNA VIA KNS / AFP)

Liputan6.com, Pyongyang - Ekonomi Korea Utara (Korut) pada 2017 dilaporkan terburuk dalam 20 tahun terakhir. Hal itu berdasarkan laporan dari laporan terbaru Bank Sentral Korut.

Data ekonomi terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi Korea Utara jatuh 3,5 persen tahun lalu. Angka tersebut menunjukan penurunan terbesar sejak 1997 ketika negara itu mengalami bencana kelaparan, demikian lansiran dari Business Insider.

Menurut Benjamin Katzeff Silberstein, associate di Foreign Policy Research Institute, penurunan ekonomi di Korut merupakan imbas dari hukuman ekonomi yang terus meningkat. Sanksi tersebut tak hanya dari Amerika Serikat (AS), melainkan juga China dan Dewan Keamanan (DK) PBB.

"Bedanya adalah pada musim gugur 2017, saat itu China mulai menegakan beberapa sanksi pada cara yang lebih ketat ketimbang di masa lalu," jelasnya.

DK PBB memperketat sanksi pada Korut pada Agustus lalu dalam upaya membendung program senjata nuklir dan misil balistik Korut. Namun, sanksi DK PBB masih terukur agar tidak memberikan dampak kemanusian.

Persetujuan DK mewajibkan China untuk mencekal impor barang-barang utama dari Korut seperti besi besi. Sebelumnya, China juga memblokir impor batu bara yang merupakan produk ekspor terbesar Korut.

Data Bank Sentral Korut turut menunjukan output pertambangan turun 11 persen akibat turunnya produksi batu bara. Sementara, keseluruhan ekspor terjun sebanyak 37,2 persen, dan impor tumbuh 1,8 persen.

Dalam kunjungannya ke Korut, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan sanksi akan tetap ditegakan sampai Korut melakukan denuklirisasi.


Korea Utara Bongkar Situs Uji Coba Rudal Balistik, Penuhi Keinginan Donald Trump?

Korut menguji coba Rudal Hwasong-15 Rabu 29 November 2017 pukul 02.48. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Korea Utara, baru-baru ini, dikabarkan telah mulai membongkar sebuah situs yang digunakan untuk mengembangkan komponen rudal balistik, menurut laporan lembaga think-tank pemerhati isu Korut.

Citra satelit yang dirilis oleh 38North --yang berbasis di Washington Stimson Center-- menunjukkan aktivitas di Stasiun Peluncuran Satelit Sohae, yang terletak di antara hutan lebat dan perbukitan dekat perbatasan utara Korut dengan China, pada 20-22 Juli 2018. Demikian seperti dikutip dari The Independent, Selasa, 24 Juli 2018.

Para pekerja diyakini membongkar sebuah bangunan yang digunakan untuk merakit kendaraan peluncur-ruang angkasa dan tempat uji mesin roket. 38North juga meyakini bahwa para pekerja membongkar fasilitas pengembangan mesin berbahan bakar cair untuk rudal balistik dan kendaraan peluncur luar angkasa.

38North menilai bahwa itu menjadi langkah pertama yang penting menuju pemenuhan janji denuklirisasi dan perlucutan senjata Korea Utara, yang dibuat pada pertemuan puncak antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un di Singapura pada Juni 2018.

"Fasilitas itu diyakini telah memainkan peran penting dalam pengembangan teknologi untuk program rudal balistik antarbenua Korea Utara," 38North mengatakan dalam sebuah laporan.

"Sehingga, langkah (pembongkaran) situs itu menunjukkan upaya Korea Utara untuk menumbuhkan rasa kepercayaan (bagi komunitas internasional dan khususnya, AS)," lanjut 38North.

Pembongkaran situs Sohae terjadi di tengah kekhawatiran apakah Korea Utara akan menindaklanjuti komitmen yang dibuatnya dengan AS di Singapura.

Kendati demikian, Jenny Town, Editor Manajer 38North, mengatakan, aktivitas pembongkaran Sohae bisa menjadi langkah penting untuk menjaga agar negosiasi antara Korea Utara-AS bisa tetap berjalan.

"Itu bisa berarti bahwa Korea Utara juga bersedia untuk melepaskan peluncuran satelit untuk saat ini serta uji coba nuklir dan rudal. Hal tersebut adalah faktor yang telah menggagalkan diplomasi di masa lalu," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya