IMF: Dolar AS Sudah di Atas Nilainya

International Monetary Fund (IMF) menilai dolar Amerika Serikat (AS) overvalued atau di atas nilai sebenarnya.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Jul 2018, 11:45 WIB
Uang yang baru dicetak kemudian dibundel dan dikemas untuk selanjutnya dikirim ke Federal Reserve dari Biro Pengukiran dan Percetakan AS di Washington DC, Amerika Serikat, Jumat (20/7). (Eva HAMBACH/AFP)

Liputan6.com, Washington - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menilai dolar Amerika Serikat (AS) overvalued atau di atas nilai sebenarnya. Sedangkan mata uang China yuan sejalan dengan fundamental.

Sementara itu, hampir setengah dari transaksi berjalan global sekarang berlebihan sehingga menambah risiko pertumbuhan dan ketegangan perdagangan.

IMF dalam laporan tahunannya External Sector Report menyebutkan nilai tukar dan surplus serta defisit neraca transaksi berjalan semakin terkonsentrasi di negara maju. Hal itu berdasarkan laporan pada data dan prosyeksi staf IMF pada 22 Juni 2018. Demikian mengutip laman Reuters, Rabu (25/7/2018).

Namun, yuan China telah turun secara signifikan dalam beberapa pekan terakhir. Ini karena ketegangan perdagangan yang meningkat dengan Amerika Serikat (AS).

Yuan China capai posisi terendah baru terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam 13 bulan pada Selasa. Ini karena otoritas di Beijing isyaratkan pelonggaran moneter lebih lanjut untuk mendukung ekonomi di tengah perang tarif yang meningkat dengan AS.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan kekhawatiran tentang yuan merosot. Departemen Keuangan AS akan sangat hati-hati meninjau apakah China telah memanipulasi mata uang.

IMF menyatakan, surplus transaksi berjalan China tumbuh sedikit menjadi 1,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2017. Selain itu, China juga mencatatkan saldo lebih dari negara lain. Menurut IMF, negara catatkan surplus berlebih termasuk Jerman, Korea Selatan, Belanda, Swedia dan Singapura.

Sedangkan negara-negara yang yang memiliki defisit neraca berjalan berlebihan yang meminjam terlalu banyak termasuk AS, Inggris, Turki dan Argentina.

Laporan itu menyatakan kalau dolar AS berada di atas nilai sebenarnya dibandingkan fundamental jangka menengah sekitar 8 persen-16 persen.

Adapun Presiden AS Donald Trump telah melanggar protokol dalam beberapa hari terakhir dan mengeluh kenaikan suku bunga the Federal Reserve menyebabkan nilai dolar AS menguat dan mengikis keunggulan kompetitif AS dalam ekspor.

 


Cerita Menko Darmin soal Sejarah Dolar AS Jadi Mata Uang Global

Pekerja menelaah paket lembaran 5 USD di Biro Pengukiran dan Percetakan AS, Washington, Amerika Serikat, Jumat (20/7). (Eva HAMBACH/AFP)

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan awal mula mata uang dolar Amerika Serikat yaitu United States Dolar atau USD dijadikan sebagai mata uang global.

Hal ini tidak lepas dari peran Menteri Luar Negeri Amerika Serikat periode 1973 hingga 1977, Henry Alfred Kissinger. Presiden AS pada masa tersebut mengutus Henry Kissinger melakukan pertemuan dengan pemerintahan Arab Saudi untuk meminta dukungan mengenai penjualan minyak asal negara tersebut menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).

"Pada 1973, waktu AS juga menghadapi tekanan dalam ekonominya kemudian Henry Kissinger diutus menemui Raja Faisal dan minta dukungannya supaya siapapun yang membeli minyak harus pakai dolar AS," ujar dia saat menjadi pembicara di Gedung Pusdiklat Kemenlu, Jakarta, Selasa 24 Juli 2018.

Sebelum dolar AS, jual beli minyak asal Arab Saudi menggunakan mata uang milik negara tersebut yaitu Riyal. Kesepakatan akhirnya tercapai, perdagangan minyak ke seluruh belahan bumi menggunakan dolar AS dengan jaminan janji politik bagi Arab Saudi.

"Kalau tadinya pakai Riyal itu. Dengan janji politik dan Saudi Arabia mau. Enggak lama negara-negara teluk lain mau. Sejak itu dolar diperlukan oleh semua negara," ujar Darmin.

Sejak dolar AS menjadi mata uang global, Amerika Serikat mulai memainkan perannya untuk menyelamatkan diri dari berbagai kondisi global. Salah satunya melalui krisis yang terjadi pada 2007 hingga 2008.

"Tapi AS bisa mencetak uang banyak-banyak tidak inflasi. Kenapa? Karena orang lain perlu dolar AS bukan cuma negaranya. Sehingga pada waktu dia menjalankan kebijakan menyelamatkan ekonomi dari krisis tahun 2007, 2008. Itu bank sentralnya membeli segala macam kredit macet yang enggak karu-karuan dan 2 hingga 3 tahun kemudian krisis sembuh," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya