Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) mempersiapkan percepatan pencampuran minyak sawit dengan solar sebesar 30 persen (B30). Saat ini sudah dilakukan pencampuran sebesar 20 persen (B20).
Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan percepatan peningkatan campuran solar dengan minyak sawit sebesar 30 persen berdasarkan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Awalnya penerapan B30 direncanakan pada 2020, kemudian dipercepat menjadi 2019.
"Ini datangnya dari Presiden, per sekarang kami targetkan di 2020 dan 2019 percepatan setahun," kata Dadan, di Kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE), Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dadan menuturkan, sebelum campuran minyak sawit pada solar sebesar 30 persen diterapkan pada 2019, saat ini dilakukan tes pada beberapa jenis kendaraan. Sebelumnya telah dilakukan pencampuran dilakukan secara bertahap, dari B15 dan B20.
"Kemudian begitu B30, maka enggak ada lagi B20. Sekarang yang akan dilakukan pemerintah, dulu waktu naik dari B15 ke B20," tutur dia.
Dadan mengatakan akan dilakukan perubahan peraturan untuk menerapkan campuran minyak sawit 30 persen di solar pada 2019. Karena sebelumnya, aturan menetapkan penerapan B30 dilakukan pada 2020.
"Penyedia BBM-nya sekarang sudah B20, menurut saya bisa jalan. Nanti peraturan menteri sudah ada, tapi diberlakukan 2020, secara legalitas akan direvisi," ujar dia.
Pemakaian Biodiesel 20 Persen, RI Hemat Devisa USD 5,5 Miliar
Sebelumnya, pemerintah terus merampungkan rencana perluasan penerapan B20 (biodisel dengan pencampuran minyak solar dan minyak sawit 20 persen) untuk non-public service obligation (PSO) dan non-PSO.
Penerapan ini salah satunya bertujuan untuk menekan kebutuhan impor dan peningkatan harga kelapa sawit. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Bidang Perekonomian), Darmin Nasution, mengatakan penerapan B20 dapat berdampak pada penghematan devisa negara sekitar USD 5,5 miliar per tahun. Dengan asumsi Indonesia menggunakan B20 secara penuh pada PSO dan non-PSO.
"Dengan melaksanakan B20 untuk PSO dan non-PSO paling tidak ada dua dampak positifnya. Satu, penghematan devisa. Kalau sudah full B20-nya, mudah-mudahan dalam waktu enggak lama beberapa bulan kita bisa mencapainya. Itu setahun bisa menghemat USD 5,5 miliar," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat, 20 Juli 2018.
Dengan penghematan sebesar USD 5,5 miliar, secara harian Indonesia dapat menghemat USD 21 juta per hari. "Berarti sehari, hari kerja ya 260 hari dalam setahun. Berarti sehari USD 21 juta itu penghematannya. Penghematan bukan keuntungan," ujar dia.
Penghematan ini dapat dilakukan karena penerapan B20 akan mengkombinasikan penggunaan solar dan minyak sawit. Sehingga, ketergantungan Indonesia terhadap impor dapat ditekan. "Artinya kita tidak pakai valas lagi, kerena diisi oleh biodieselnya," kata Darmin.
Darmin mengatakan, penerapan biodisel ini sebenarnya sudah dilakukan pada PSO. Namun, dalam perjalanannya masih tergolong lambat karena hanya digunakan oleh beberapa sektor. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong agar penerapan B20 dapat diperluas.
"Jadi biodiesel itu sebetulnya pemerintah itu punya peraturan pemerintah nomornya 61, yang mengatur kewajiban atau mandatori menggunakan B20. Selama ini yang berjalan itu adalah itu ada dua kelompok besar PSO dan Non PSO. Yang jalan itu PSO walaupun kurang optimal juga," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement