Liputan6.com, Jakarta - Defisit neraca transaksi berjalan (current account defisit/CAD) Indonesia diperkirakan melebar pada 2018 dibandingkan 2017. Melebarnya neraca transaksi berjalan ini tidak terlepas dari berbagai sentimen global yang terus muncul pada 2018.
Bank Indonesia (BI) menjelaskan, defisit neraca transaksi berjalan ini sebesar USD 20 miliar pada 2017. Meski defisit, angka itu masih tidak lebih dari tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Defisit tahun lalu USD 20 miliar dan tahun ini mungkin lebih dari USD 25 miliar. Itu juga di bawah 3 persen (PDB)," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara di DPR RI, Rabu (25/7/2018).
Baca Juga
Advertisement
Untuk membiayai defisit neraca transaksi berjalan ini, Mirza menuturkan, butuh modal masuk. Perhatian BI untuk jangka pendek ini adalah modal masuk terutama ke portofolio. Itulah, menurut Mirza, yang menjadi alasan BI mereaktivasi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang sudah dilelang pada Senin lalu.
"Selama ini bank pakai SDBI, sekarang BI buka SBI. SBI ini boleh dibeli asing sementara SDBI tidak boleh. Jadi, harapannya dengan begitu seminggu kemudian bank itu jual ke investor asing. Ada instrumen lain yang kami sediakan untuk investor masuk ke Indonesia," ujar dia.
BI Bakal Atur Jadwal Lelang SBI
Mengenai SBI ini, sebelumnya, BI memastikan akan mengatur jadwal lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini guna menghindari perebutan dana di pasar keuangan lewat lelang instrumen Surat Berharga Negara (SBN).
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah mengatakan, bank sentral sudah berkoordinasi dengan pemerintah dalam menerbitkan lelang SBI. Jadi dalam penerbitannya tidak berdekatan dengan SBN.
"Pada dasarnya setiap bulan, setelah rapat dewan gubernur (RDG). Sebelum lelang akan kita umumkan, tidak akan berbarengan dengan lelang SBN supaya tidak terdistorsi pasarnya," kata Nanang.
Nanang mengatakan, SBI secara karakteristik berbeda dengan SBN. SBI dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonta atau bunga.
Sementara SBN merupakan surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara sesuai masa berlakunya atau jangka panjang. "Kalau SBN ada kupon, ada fluktuasi. Kalau SBI diskonto, tapi tidak ada risiko harganya," imbuh dia.
Untuk diketahui, dari hasil lelang SBI yang dilakukan BI pada Senin 23 Juli 2018, bank sentral menyerap Rp 5,97 triliun dengan total penawaran mencapai Rp 14,2 triliun.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement