Liputan6.com, Moskow - Seorang ilmuwan badan antariksa Rusia (Roscosmos), Viktor Kudryavtsev (74) telah dipenjara oleh Badan Keamanan Federal Rusia (FSB).
Penahanan itu merupakan bagian penyelidikan atas pembocoran data rahasia terkait rudal hipersonik Rusia ke tangan agensi intelijen negara Barat.
Kudryavtsev dituduh sebagai pihak yang terlibat dalam pembocoran tersebut. Demikian seperti dikutip dari media Rusia, Sputnik, Rabu (25/7/2018).
Termasuk Kudryavtsev, sekitar 10-12 orang Rusia juga telah ditahan oleh FSB, atas dugaan terlibat dalam dugaan pembocoran data terkait rudal hipersonik ke badan intelijen Barat. Identitas mereka belum diketahui.
Di sisi lain, turut diduga bahwa seorang karyawan dari Central Research Institute of Machine Building (TSNIIMASH --yang berafiliasi dengan pemerintah Rusia-- bertanggung jawab untuk membocorkan rahasia tentang teknologi rudal hipersonik ke Barat. Menurut laporan Sputnik.
Mereka didakwa dengan pasal pengkhianatan negara, menurut laporan media Latvia Meduza.
Namun, dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh putranya, Kudryavtsev mengaku tak bersalah atas tuduhan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, pada Jumat 20 Juli 2018, FSB Rusia menggerebek dua fasilitas Roscosmos dan menangkap Kudryavtsev.
Roscosmos mengonfirmasi bahwa Kudryavtsev ditangkap dalam penggerebekan.
Juru bicara Roscosmos, Vladimir Ustimenko kemudian menjelaskan pada Senin 23 Juli bahwa lembaganya juga telah memulai penyelidikan internal untuk menginvestigasi dugaan kebocoran data itu.
FSB Rusia mencurigai bahwa sistem rudal hipersonik Kh-47M2 "Kinzhal" yang berkapabilitas nuklir dan anti-pertahana udara, serta sistem rudal Avangard --misil balistik anti-radar-- telah dibocorkan oleh para terdakwa kepada intelijen Barat.
Sejumlah media Barat memperkirakan bahwa penyelidikan terkait peristiwa itu masih akan terus berkembang.
Simak video pilihan berikut:
Sukses
Pemerintahan Presiden Vladimir Putin mengklaim telah berhasil melakukan uji coba sebuah misil hipersonik, yang menjadi bagian dari kelengkapan senjata nuklir pada sistem pertahanan Rusia. Misil hipersonik tersebut, konon, sulit untuk dihentikan oleh berbagai teknologi penghalau militer yang berkembang saat ini.
Dilansir dari Independent.co.uk pada Senin 12 Maret 2018, keberhasilan terkait ditunjukkan langsung oleh Kementerian Pertahanan Rusia melalui sebuah rekaman video, di mana target sasaran berhasil diserang dan menimbulkan ledakan "awan jamur" yang dahsyat.
Uji coba tersebut diyakini sebagai langkah lanjutan Rusia yang berisiko menimbulkan gejolak Perang Dunia III di kemudian hari.
Misil yang dinamakan Kinzhal itu, oleh Presiden Vladimir Putin, disebut sebagai "senjata ideal" untuk melengkapi rencana pertahanan militer terbaru yang diumumkan awal Maret lalu.
Inspirasi di balik penamaan misil terkait didasarkan pada bentuk belati bermata dua, yang mampu melesat dalam kekuatan 10 kali kecepatan suara.
Berbicara pada sebuah ajang kenegaraan pada 1 Maret, kecepatan dahsyat yang dimiliki oleh Kinzhal mampu membuatnya kebal terhadap serangan rudal dan tameng pertahanan udara.
Moskow mengatakan bahwa misil terkait mampu membawa kepala nuklir ke target sasaran sejauh hingga 2.000 kilometer, sekaligus mampu mengubah arah targetnya di tengah perjalanan.
Dalam uji coba terkait, misil Kinzhal diluncurkan dari pesawat MIG-31 yang terbang landas dari sebuah pangkalan militer di kawasan barat daya Rusia.
Sementara itu, kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya Perang Dunia III kian menguat di kawasan Laut Baltik, di mana Rusia dilaporkan terus menambah fasilitas pangkalan militernya di Kaliningrad.
Pemerintah Rusia mengatakan, telah menempatkan teknologi misil sebelumnya, misil Iskander di Kaliningrad -- teritori khusus yang terletak di antara Polandia dan Lithuania -- sebagai tanggapan sementara atas pembangunan fasilitas militer Amerika Serikat (AS) di laut Baltik.
Kepala Komite Pertahanan pada parlemen Rusia, Vladimir Shamanov, membenarkan bahwa sistem misil bertenaga nuklir Iskander telah dikirim ke Kaliningrad pada Senin, 5 Februari 2018.
"Penyebaran lokasi fasilitas militer di Laut Baltik tentu menjadi perhatian kami, apalagi jika hal itu dilakukan oleh negara di luar kawasan Eropa," jelasnya.
Meskipun begitu, pemerintah Rusia tidak menyebut pasti berapa jumlah misil nuklir yang dikirimkan ke Kaliningrand.
Advertisement